Minggu, 31 Januari 2010

HAKIKAT DOA ADALAH SYUKUR


قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (النمل: 40)

“Seorang yang mempunyai ilmudari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika itu (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhan-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan baransiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhan-ku Maha Kaya, Maha Mulia.” (an-Naml [27]: 40)


Doa adalah salah satu bentuk tawakkal seorang mukmin terhadap Allah SWT setelah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dengan doa manusia bisa meminta apapun yang menjadi keinginannya dan sebagai rasa rendah diri dan butuh akan rahmat dan pertolongan tuhannya. Setelah berusaha manusia menyerahkan hasil dari usahanya itu kepada Allah SWT dan tentu manusia akan selalu berharap Allah memberikan yang terbaik sebagai buah dari usahanya itu. Dan di sinilah sebenarnya letak keagungan Allah, memberikan kesempatan manusia untuk berusaha mendapatkan sesuatu dan Dia berjanji mengabulkan doa yang manusia panjatkan setelah berusaha. Dengan demikian manusia pada prinsipnya tetap diperintahkan berusaha mengejar impiannya namun di balik semua itu juga diwajibkan menyerahkan hasil ikhtiarnya kepada Allah swt.

Doa adalah suatu permohonan yang memiliki nilai spiritual tinggi. Permohonan yang merupakan bentuk permintaan tulus dari seorang hamba kepada tuhannya. Berkat doa yang kita panjatkan, atas izin Allah akan bisa mengubah segalanya, mampu memberikan manusia apa yang menjadi keingginannya. Tentu doa yang sarat ruh yang meyebabkan doa itu memiliki probabilitas tinggi untuk dikabulkan. Terlebih jika doa itu dipanjatkan oleh seorang yang jauh dari maksiat, selalu taat akan perintah tuhan dan merasa dekat dan mengharapkan cintanya. Ibarat melempar sesuatu yang ada di seberang, semakin dekat maka semakin besar pula kemungkinan mengena tepat sasaran. Sama halnya doa yang kita panjatkan tidak jauh dari amal perbuatan kita sehari-hari, kalau bagus maka akan bagus juga responsnya. Begitu juga dengan persanggkaan hamba terhadap tuhannya, jika ia panjatkan doa dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya maka Insya Allah doa itu pun akan terkabulkan dan juga sebaliknya.

Hakikat Doa
Hakikat sebuah doa tidak lain adalah rasa syukur hamba terhadap karunia tuhannya. Dengan selalu menyukuri karunia tuhan secara tidak langsung manusia menginginkan yang lebih dari itu tanpa harus mengatakannya. Melalui doa yang kita panjatkan kepada-Nya memiliki menyimpan permintaan kita agar diberikan berkah dari apa yang telah kita miliki sebelumnya. Hal itu karena Allah SWT maha tahu akan kebutuhan dan keinginan hambanya. Hal ini tentu harus dibarengi dengan rasa syukur yang sebenarnya, bukan hanya sekadar ucapan lisan tanpa ada realisasi nyata dari ucapan itu. Karena hal itu tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah Subhanahu wata’ala. Namun yang dimaksud dengan rasa syukur di sini berarti mengunakan semua karunia tuhan untuk berbuat baik dan merasa cukup dengan karunia itu. Sehingga semua yang diberikan tuhan kepada manusia dijadikan sebagai ladang untuk berbuat baik dan selalu berbuat baik.

Salah satu adab dalam berdoa yaitu membaca tahmid yang tujuannya adalah untuk memuji Allah dan sebagai rasa syukur atas semua nikmat yang diberikan. Kemudian dilanjutkan oleh lantunan solawat yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa cinta kita kepada baginda rosulullah, Muhammad SAW sebagai tauladan baik manusia dan rasa terima kasih atas segala jasanya terhadap umat Islam. Dari aturan (adab) ini sesungguhnya kita memahami bahwa ketika seseorang itu menginginkan sesuatu, meminta tambahan dari apa yang telah ia dapatkan, terlebih dahulu harus berterima kasih kepada dzat yang telah memberikan nikmat itu. Jadi sebenarnya dalam segala segi kita dididik untuk selalu menyukuri nikmat tuhan bahkan dalam doa sekalipun. Itu artinya syukur marupakan sesuatu yang urgen dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Barangsiapa memperoleh kenikmatan wajib baginya untuk berterima kasih pada pemberinya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita ambil ibarat, andaikata ada seorang yang memberikan kita sesuatu dan kita terima sesuatu itu dengan wajah yang ceria lalu kita ucapkan terima kasih kepadanya, apa yang akan terjadi? Sang pemberi akan merasa sangat bahagia karena merasa bahwa apa yang ia berikan bermanfaat dan diterima dengan baik. Dan lebih dari itu pemberi pun tentu akan tergerak dan termotifasi untuk memberikan sesuatu untuk yang kedua kalinya.

Manfaat dari Syukur
Manfaat dari rasa syukur adalah akan kembali kepada kita tidak yang lainnya. Sebagaimana penggalan ayat di atas, “wa man syakara fainnama yasykuru ‘ala nafsihi”, yaita manfaat dari syukur akan diperoleh oleh orang yang bersyukur itu sendiri. Bahkan dengan menyukurinya kita akan mendapat kesempurnaan nikmat dan langgengnya nikmat itu dalam diri kita karena syukur berfungsi sebagai pengikat nikmat. Dan lebih dari itu kita akan memperoleh berkah (tambahan) nikmat serta memperoleh nikmat yang sebelumnya belum kita rasakan dari Allah swt. (al-Qurthuby dalam tafsirnya). Sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mensyukuri nikmat Allah karena sesunggauhnya di balik syukur itu tersirat panjatan doa pada sang maha kuasa agar nikmat itu terus kita rasakan. Bahkan kalau sampai kita tidak menyukuri nikmat yang kita peroleh kita tergolong orang yang kufur nikmat dan Allah menjanjikan siksa yang pedih. Na’udzubillahi min dzalik ...

Sebagaiman doa yang selalu dipanjatkan oleh nabi Sulaiman sebagai bentuk rasa syukur atas segala karunia tuhan agar ia selalu diberikan ilham untuk selalu menyukurinya, untuk beramal sholih dan dimasukkan ke dalam golongan hamba yang sholih (QS. an-Naml [27]: 19). Dalam doanya nabi Sulaiman menyatakan kerendahannya di hadapan tuhan, semua nikmat yang ia peroleh tiada lain adalah penberian dari Allah dan Dia lah dzat yang paling berhak menjaga dan atau mencabutnya. Dan dari situ kita dapat mengambil tauladan dari seorang nabi dan dijadikan sebagai motifasi untuk terus menyukuri nikmat tuhan (Allah swt). Kita gunakan kesempatan yang ada untuk berbuat baik, kita manfaatkan sisa umur untuk berlomba-lomba melakukan kebajikan, kita maksimalkan harta yang kita miliki untuk membantu kaum fakir lagi membutuhkan sebagai wujud terima kasih dan syukur kita atas karunia tuhan. Kerena sesungguhnya apapun yang kita nafkahkan (untuk kebaikan) di jalan Allah, maka Dia lah yang akan menggantinya karena Allah adalah sebaik-baik pemberi rizki yang maha adil. Secara materi mungkin harta (nikmat) itu berkurang namun dibalik itu kita telah memiliki keuntungan yang luar biasa. Yaitu simpanan pahala (bekal/zad) di akhirat dan boleh jadi Allah menggantinya dengan rizki yang lebih banyak (halal dan baik) dari arah yang tiada disangka-sangka (min haitsu la yahtasib). Subhanallahil’adzim wa bihamdihi...

Rasa syukur kita terhadap nikmat Allah akan menjadi efektif jika kemudian menjadi sebuah kebajikan sosial. Semua yang dimiliki dimaksimalkan untuk berbuat kebaikan kepada sesama dengan didasari semangat kebersamaan dan kesadaraan. Semua potensi yang kita miliki kita gali dan digunakan sepenuhnya untuk memberikan manfaat kepada yang lain. Tentu ini adalah sebuah sikap yang arif yang tidak hanya mendatangkan kebahagian pribadi melainkan juga kemaslahatan sosial. Sehingga muncul sebuah ungkapan, ‘the greatest haapiness for the greatest number’, kebahagain yang besar untuk masyarakat yang besar pula. Dengan demikian jika semua individu mampu menerapkan budaya syukur dalam hidupnya maka iklim bermasyarakat yang aman dan nyaman akan kita rasakan. Mereka yang memiliki harta berlimpah ditasarufkan (digunakan) untuk kepentingan orang banyak. Mereka yang memiliki tanah yang lebar diwakafkan untuk kepentingan sosial misalnya mendirikan madrasah, TPA atau yang lainnya. Intinya, semua dimaksudkan untuk sebuah misi yang baik, selain sebagai wujud rasa syukur juga demi syiarnya agama di tengah masyarakat yang variatif. Sehingga esensi dari nilai luhur agama Islam sebagai rohmatan lil’alamin akan betul-betul terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal ini yang nantinya akan menghantakan bangsa Indonesia menuju kejayaan yang sebenarnya jika konsep ini dipegang teguh. Mudah-mudahan seperti itu nantinya.

Epilog
Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa sesungauhnya syukur itu merupakan sesuatu yang urgen. Dimana kalau kita telaah itu merupakan kewajiban setiap muslim terhadap sang kholiq, robbul jalil. Dan perlu kita sadari bahwa manfaat dari syukur itu akan kembali kepada kita masing-masing, tidak untuk orang lain atau bahkan untuk Allah swt. Perlu juga kita pahami bahwa andaikata semua manusia di dunia tidak mau bersyukur atas nikmat tuhan (kufur nikmat), tidak ada lagi yang mau menggunakan karunia yang diberikan Allah untuk berbuat kebaikan, tidak akan mengurangi sedikitpun keagungan Allah sebagai pencipta alam semesta. Sebab Allah itu berdiri tanpa memerlukan apapun dari ciptaannya. Justru akibat dari kufur nikmat itu akan dirasakan oleh manusia itu sendiri yaitu akan memperoleh balasan berupa siksa yang sangat pedih kelak di akhirat.

Jadi marilah mulai saat itu kita introspeksi diri, sudahkah kita mensyukuri nikmat Allah, atau bahkan selama ini kita selalu tamak tidak pernah merasa cukup dan kufur akan nikmat Allah? Oleh karena itu mulai saat itu kita bangun konsep dalam diri kita untuk terus dan terus bersyukur (baik dalam doa yang selalu kita panjatkan dan lebih-lebih dalam tindakan) terhadap nikmat tuhan. Dengan begitu kita akan memperoleh keutamaan di dunia dan selamat dari siksa pedih yang dijanjikan Allah bagi orang yang kufur di akhirat. Semoga kita termasuk golongan hamba Allah yang pandai bersyukur dan menjadi golongan orang-orang yang sholih. Robby, auzi’ni an asykuro ni’matakallati an’amta ‘alayya wa ‘ala walidayya wa an a’mala sholihan tardhohu wa adkhilni birohmatika fi ‘ibadikash sholihin, amin ya robbal ‘alamin ...
Wallahu a’lamu bis-showab ...


Samsul Zakaria,
Mahasiswa Prodi Hukum Islam dan Santri PonPes UII Anggkatan 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakumullahu khairan katsiran...