Minggu, 31 Januari 2010

HAKIKAT DOA ADALAH SYUKUR


قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (النمل: 40)

“Seorang yang mempunyai ilmudari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika itu (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhan-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan baransiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhan-ku Maha Kaya, Maha Mulia.” (an-Naml [27]: 40)


Doa adalah salah satu bentuk tawakkal seorang mukmin terhadap Allah SWT setelah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dengan doa manusia bisa meminta apapun yang menjadi keinginannya dan sebagai rasa rendah diri dan butuh akan rahmat dan pertolongan tuhannya. Setelah berusaha manusia menyerahkan hasil dari usahanya itu kepada Allah SWT dan tentu manusia akan selalu berharap Allah memberikan yang terbaik sebagai buah dari usahanya itu. Dan di sinilah sebenarnya letak keagungan Allah, memberikan kesempatan manusia untuk berusaha mendapatkan sesuatu dan Dia berjanji mengabulkan doa yang manusia panjatkan setelah berusaha. Dengan demikian manusia pada prinsipnya tetap diperintahkan berusaha mengejar impiannya namun di balik semua itu juga diwajibkan menyerahkan hasil ikhtiarnya kepada Allah swt.

Doa adalah suatu permohonan yang memiliki nilai spiritual tinggi. Permohonan yang merupakan bentuk permintaan tulus dari seorang hamba kepada tuhannya. Berkat doa yang kita panjatkan, atas izin Allah akan bisa mengubah segalanya, mampu memberikan manusia apa yang menjadi keingginannya. Tentu doa yang sarat ruh yang meyebabkan doa itu memiliki probabilitas tinggi untuk dikabulkan. Terlebih jika doa itu dipanjatkan oleh seorang yang jauh dari maksiat, selalu taat akan perintah tuhan dan merasa dekat dan mengharapkan cintanya. Ibarat melempar sesuatu yang ada di seberang, semakin dekat maka semakin besar pula kemungkinan mengena tepat sasaran. Sama halnya doa yang kita panjatkan tidak jauh dari amal perbuatan kita sehari-hari, kalau bagus maka akan bagus juga responsnya. Begitu juga dengan persanggkaan hamba terhadap tuhannya, jika ia panjatkan doa dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya maka Insya Allah doa itu pun akan terkabulkan dan juga sebaliknya.

Hakikat Doa
Hakikat sebuah doa tidak lain adalah rasa syukur hamba terhadap karunia tuhannya. Dengan selalu menyukuri karunia tuhan secara tidak langsung manusia menginginkan yang lebih dari itu tanpa harus mengatakannya. Melalui doa yang kita panjatkan kepada-Nya memiliki menyimpan permintaan kita agar diberikan berkah dari apa yang telah kita miliki sebelumnya. Hal itu karena Allah SWT maha tahu akan kebutuhan dan keinginan hambanya. Hal ini tentu harus dibarengi dengan rasa syukur yang sebenarnya, bukan hanya sekadar ucapan lisan tanpa ada realisasi nyata dari ucapan itu. Karena hal itu tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah Subhanahu wata’ala. Namun yang dimaksud dengan rasa syukur di sini berarti mengunakan semua karunia tuhan untuk berbuat baik dan merasa cukup dengan karunia itu. Sehingga semua yang diberikan tuhan kepada manusia dijadikan sebagai ladang untuk berbuat baik dan selalu berbuat baik.

Salah satu adab dalam berdoa yaitu membaca tahmid yang tujuannya adalah untuk memuji Allah dan sebagai rasa syukur atas semua nikmat yang diberikan. Kemudian dilanjutkan oleh lantunan solawat yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa cinta kita kepada baginda rosulullah, Muhammad SAW sebagai tauladan baik manusia dan rasa terima kasih atas segala jasanya terhadap umat Islam. Dari aturan (adab) ini sesungguhnya kita memahami bahwa ketika seseorang itu menginginkan sesuatu, meminta tambahan dari apa yang telah ia dapatkan, terlebih dahulu harus berterima kasih kepada dzat yang telah memberikan nikmat itu. Jadi sebenarnya dalam segala segi kita dididik untuk selalu menyukuri nikmat tuhan bahkan dalam doa sekalipun. Itu artinya syukur marupakan sesuatu yang urgen dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Barangsiapa memperoleh kenikmatan wajib baginya untuk berterima kasih pada pemberinya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita ambil ibarat, andaikata ada seorang yang memberikan kita sesuatu dan kita terima sesuatu itu dengan wajah yang ceria lalu kita ucapkan terima kasih kepadanya, apa yang akan terjadi? Sang pemberi akan merasa sangat bahagia karena merasa bahwa apa yang ia berikan bermanfaat dan diterima dengan baik. Dan lebih dari itu pemberi pun tentu akan tergerak dan termotifasi untuk memberikan sesuatu untuk yang kedua kalinya.

Manfaat dari Syukur
Manfaat dari rasa syukur adalah akan kembali kepada kita tidak yang lainnya. Sebagaimana penggalan ayat di atas, “wa man syakara fainnama yasykuru ‘ala nafsihi”, yaita manfaat dari syukur akan diperoleh oleh orang yang bersyukur itu sendiri. Bahkan dengan menyukurinya kita akan mendapat kesempurnaan nikmat dan langgengnya nikmat itu dalam diri kita karena syukur berfungsi sebagai pengikat nikmat. Dan lebih dari itu kita akan memperoleh berkah (tambahan) nikmat serta memperoleh nikmat yang sebelumnya belum kita rasakan dari Allah swt. (al-Qurthuby dalam tafsirnya). Sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mensyukuri nikmat Allah karena sesunggauhnya di balik syukur itu tersirat panjatan doa pada sang maha kuasa agar nikmat itu terus kita rasakan. Bahkan kalau sampai kita tidak menyukuri nikmat yang kita peroleh kita tergolong orang yang kufur nikmat dan Allah menjanjikan siksa yang pedih. Na’udzubillahi min dzalik ...

Sebagaiman doa yang selalu dipanjatkan oleh nabi Sulaiman sebagai bentuk rasa syukur atas segala karunia tuhan agar ia selalu diberikan ilham untuk selalu menyukurinya, untuk beramal sholih dan dimasukkan ke dalam golongan hamba yang sholih (QS. an-Naml [27]: 19). Dalam doanya nabi Sulaiman menyatakan kerendahannya di hadapan tuhan, semua nikmat yang ia peroleh tiada lain adalah penberian dari Allah dan Dia lah dzat yang paling berhak menjaga dan atau mencabutnya. Dan dari situ kita dapat mengambil tauladan dari seorang nabi dan dijadikan sebagai motifasi untuk terus menyukuri nikmat tuhan (Allah swt). Kita gunakan kesempatan yang ada untuk berbuat baik, kita manfaatkan sisa umur untuk berlomba-lomba melakukan kebajikan, kita maksimalkan harta yang kita miliki untuk membantu kaum fakir lagi membutuhkan sebagai wujud terima kasih dan syukur kita atas karunia tuhan. Kerena sesungguhnya apapun yang kita nafkahkan (untuk kebaikan) di jalan Allah, maka Dia lah yang akan menggantinya karena Allah adalah sebaik-baik pemberi rizki yang maha adil. Secara materi mungkin harta (nikmat) itu berkurang namun dibalik itu kita telah memiliki keuntungan yang luar biasa. Yaitu simpanan pahala (bekal/zad) di akhirat dan boleh jadi Allah menggantinya dengan rizki yang lebih banyak (halal dan baik) dari arah yang tiada disangka-sangka (min haitsu la yahtasib). Subhanallahil’adzim wa bihamdihi...

Rasa syukur kita terhadap nikmat Allah akan menjadi efektif jika kemudian menjadi sebuah kebajikan sosial. Semua yang dimiliki dimaksimalkan untuk berbuat kebaikan kepada sesama dengan didasari semangat kebersamaan dan kesadaraan. Semua potensi yang kita miliki kita gali dan digunakan sepenuhnya untuk memberikan manfaat kepada yang lain. Tentu ini adalah sebuah sikap yang arif yang tidak hanya mendatangkan kebahagian pribadi melainkan juga kemaslahatan sosial. Sehingga muncul sebuah ungkapan, ‘the greatest haapiness for the greatest number’, kebahagain yang besar untuk masyarakat yang besar pula. Dengan demikian jika semua individu mampu menerapkan budaya syukur dalam hidupnya maka iklim bermasyarakat yang aman dan nyaman akan kita rasakan. Mereka yang memiliki harta berlimpah ditasarufkan (digunakan) untuk kepentingan orang banyak. Mereka yang memiliki tanah yang lebar diwakafkan untuk kepentingan sosial misalnya mendirikan madrasah, TPA atau yang lainnya. Intinya, semua dimaksudkan untuk sebuah misi yang baik, selain sebagai wujud rasa syukur juga demi syiarnya agama di tengah masyarakat yang variatif. Sehingga esensi dari nilai luhur agama Islam sebagai rohmatan lil’alamin akan betul-betul terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal ini yang nantinya akan menghantakan bangsa Indonesia menuju kejayaan yang sebenarnya jika konsep ini dipegang teguh. Mudah-mudahan seperti itu nantinya.

Epilog
Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa sesungauhnya syukur itu merupakan sesuatu yang urgen. Dimana kalau kita telaah itu merupakan kewajiban setiap muslim terhadap sang kholiq, robbul jalil. Dan perlu kita sadari bahwa manfaat dari syukur itu akan kembali kepada kita masing-masing, tidak untuk orang lain atau bahkan untuk Allah swt. Perlu juga kita pahami bahwa andaikata semua manusia di dunia tidak mau bersyukur atas nikmat tuhan (kufur nikmat), tidak ada lagi yang mau menggunakan karunia yang diberikan Allah untuk berbuat kebaikan, tidak akan mengurangi sedikitpun keagungan Allah sebagai pencipta alam semesta. Sebab Allah itu berdiri tanpa memerlukan apapun dari ciptaannya. Justru akibat dari kufur nikmat itu akan dirasakan oleh manusia itu sendiri yaitu akan memperoleh balasan berupa siksa yang sangat pedih kelak di akhirat.

Jadi marilah mulai saat itu kita introspeksi diri, sudahkah kita mensyukuri nikmat Allah, atau bahkan selama ini kita selalu tamak tidak pernah merasa cukup dan kufur akan nikmat Allah? Oleh karena itu mulai saat itu kita bangun konsep dalam diri kita untuk terus dan terus bersyukur (baik dalam doa yang selalu kita panjatkan dan lebih-lebih dalam tindakan) terhadap nikmat tuhan. Dengan begitu kita akan memperoleh keutamaan di dunia dan selamat dari siksa pedih yang dijanjikan Allah bagi orang yang kufur di akhirat. Semoga kita termasuk golongan hamba Allah yang pandai bersyukur dan menjadi golongan orang-orang yang sholih. Robby, auzi’ni an asykuro ni’matakallati an’amta ‘alayya wa ‘ala walidayya wa an a’mala sholihan tardhohu wa adkhilni birohmatika fi ‘ibadikash sholihin, amin ya robbal ‘alamin ...
Wallahu a’lamu bis-showab ...


Samsul Zakaria,
Mahasiswa Prodi Hukum Islam dan Santri PonPes UII Anggkatan 2009

Telaah Sosiologis

MANUSIA; MAKHLUK TUHAN PALING AMPUH


إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً (الأحزاب: 72)


“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh” (al-Ahzab [33]: 72)


Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Dengan segala potensi yang dimiliki manusia mampu menciptakan berbagai macam teknologi modern. Dengan segala kemampuannya manusia mampu menembus ruang angkasa yang jauh di sana. Berkat karunia tuhan manusia bisa memperoleh berbagai pengetahuan yang sangat berguna untuk kemaslahatannya di dunia. Dengan predikat ahsanu taqwim (sebaik-baik ciptaan) yang ada padanya manusia berbeda dengan semua makhluk lain. Satu aspek penting yang membedakan manusia dengan yang lainnya adalah manusia dikaruniai akal sedangkan tidak demikian dengan makhluk lainnya. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan jika manusia harus memaksimalkan potensi otaknya untuk mengarungi lautan kehidupan di dunia yang fana ini. Dengan demikian kesempurnaan manusia sebagai hamba tuhan terealisasi melalui berbagai macam prestise yang diperoleh.

Sebagai kholifah di muka bumi ini tentu manusia memiliki tanggung jawab yang besar. Manusia lah yang mengatur kehidupannya di dunia ini, mereka yang berusaha melestarikan alam tetapi tidak sedikit juga yang malah melakukan kerusakan. Semua itu akan dipertanggungjawabkan di sisi tuhan kelak pada waktu perhitungan amal. Sedangkan makhluk selain manusia bebas dari tanggung jawab karena mereka hidup di dunia tanpa karunia akal dan apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan kehendak Allah. Andaikata tidak ada hidup setelah mati, tidak ada tanggung jawab dibalik tindakan yang kita lakukan maka pasti kehidupan di dunia ini penuh dengan huru-hara, hampa dari kebenaran dan kebaikan. Namun karena pada hakikatnya manusia itu sadar akan tanggung jawab yang akan diperoleh di akhirat kelak maka dalam setiap perbuatannya manusia memikirkan baik buruknya. Jika dinilai baik maka ia lakukan dan balasan kebaikan pula yang akan diperoleh dan sebaliknya.

Menggapa Manusia Disebut Makhluk yang Paling Ampuh?
Ketika Allah menanyakan kepada langit, bumi dan pegunungan apakah mereka sanggup mengemban amanah. Tak satupun dari mereka yang meng-iyakan bahkan mereka khawatir tidak sanggup memikul amanah itu. Namun akhirnya manusia yang bersedia memikul amanah itu dan nantinya akan dipertangguangjawabkan di yaumil qiyamah (hari pembalasan). Hal ini terjadi sebelum penciptaan manusia, ketika Adam AS ditanya, “Wahai Adam, apakah engkau sanggup memikul amanah itu (hidup dengan penuh ketaatan di jalan Allah) dan sanggup menjaganya dengan penjagaan yang yang sempurna?” tanya Allah. Lalu apa jawab Adam, “Maka tidak ada pilihan lain bagiku kecuali sanggup menerima amanah itu.” Jawab Adam. Kemudian Allah pun berkata, “Jika engkau berbuat baik, manaati perintahku dan memelihara amanat itu maka disisiku adalah kemulian, keutamaan, balasan yang baik (surga) tetapi jika engkau berbuat maksiat, tidak engkau jaga amanat itu, dan kau menodainya maka sesungguhnya aku akan mengadzab dan menghukum kalian (manusia) dengan aku masukkan ke neraka.” Lalu Adam As menjawab, “Aku ridho dengan putusan itu.” (terjehan bebas dari tafsir Ibnu Ibnu Katsir karangan Abul Fida’ ‘Ismail bin Katsir). Dengan demikian manusia lah yang akhirnya mengemban amanah yang berat itu dari Allah swt.

Disini lah letak keampuhan manusia, manakala semua makhluk tuhan tidak sanggup menerima amanat dari tuhan karena kawatir tidak sanggup menjalankannya justru manusia menerima itu dengan segala konsekuensinya. Padahal kita tahu bahwa tabiat manusia tidak selamanya mengarah kepada kebaikan, pikiran mereka tidak selamanya tertuju kepada hal-hal positif. Terkadang ia sadar akan amanat dan tanggung jawab yang ia emban dengan selalu berbuat kebajikan namun di sisi lain ia melalaikan itu dengan berbuat maksiat yang justru menjauhkan dirinya dari rahmat tuhan. Hal ini merupakan sesuatau yang wajar sebab manusia selain memiliki insting ilahiyyah juga mewarisi sifat-sifat bahamiyyah (hewan) dan syaithoniyyah. Sesuai dengan konsep iman yang dikemukakan oleh kaum salafiyyah bahwa al-imanu yazidu wa yanqusu (iman itu akan bertambah dan berkurang), bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Maka akan wajar manakala manusia itu selalu berbuat baik dan ketaatan derajatnya akan lebih tinggi dari malaikat namun ketika berbuat kemaksiatan bisa saja lebih hina dan nista dari hewan bahkan setan.

Dalam akhir surat al-Ahzab ayat 72 di atas Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya manusia itu sangatlah dzalim dan bodoh (dholuman jahulan). Hal ini karena kesedian manusia menerima amanat tuhan yang sesungguhnya begitu berat untuk dilaksanakan sebab kita tahu akibatnya akan fatal andaisaja manusia tidak bisa menjalankannya yaitu neraka. Padahal seluruh makhluk yang ada di dunia menolak penawaran itu, manusia dengan lugunya ridho dengan putusan itu. Hingga sampai saat ini pun manusia masih tetap eksis di dunia dengan beragam tindakan dan perilaku mereka. Dan perlu direnungkan kembali bahwa nantinya perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat dan tak seorang manusiapun luput dari hisab itu. Semua individu akan merasakan balasan amalnya di dunia, baik yang ia kerjakan kebaikan pula yang diterima, buruk yang ia kerjakan keburukan juga yang akan diterima. Begitulah kira-kira hal ihwal balasan amal manusia di akhirat nanti. Allah maha adil dalam segala sesuatunya dan tidak akan pernah mendzalimi hambanya, prinsip ini yang perlu kita pegang dan dijadikan pedoman. Sehingga predikat dzalim dan bodoh itu sedikit semi sedikit akan tereduksi dan yang tertinggal adalah adil dan pintar dalam segala hal.

Dalam kondisi tertentu Allah memuji manusia karena keluhuran budi pekerti yang dimiliki namun disisi lain mencela manusia karena kelalaian dan kebodohannya. Artinya memang pujian dan celaan itu ibarat dua sisi mata uang yang tiada pernah dapat dipisahkan, dimana kita temukan satu sisi mata uang disitu pula kita dapatkan sisi yang lain. Hal ini sesuai dengan sunnatullah (ketetapan Allah) yang menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, misalnya dalam konsep jodoh yang disana benar-benar terlihat sisi kebesaran tuhan. Terkadang orang yang secara fisik jelek menikah dengan orang yang tampan atau cantik, tidak bisa kita kritisi karena memang itulah jodoh. Kalau kita paksakan orang tampan mesti menikah dengan wanita cantik, padahal jodohnya adalah wanita yang tidak cantik, sampai kapanpun tidak akan bisa karena sekali lagi itu bukan pasangan (jodohnya), dan ini akan menyalahi kodrat Allah. Mungkin justru dengan wanita yang tidak cantik itu membuat hati sang pria tenang dan justru mampu menciptakan keluarga yang harmonis. Ini lagi-lagi merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang menciptakan sesuatu selalu berpasangan (azwajan) sekaligus sebagai bukti bahwa manusia itu adalah makhluk yang diistimewakan.

Epilog
Manusia sebagai kita fahami dari uraian di atas adalah makhluk tuhan yang paling ampuh, sebaik-baik ciptaan tuhan dengan segala kelebihan dan keutaman yang diberikan Allah. Satu-satunya makhluk yang sanggup menerima amanat tuhan yang maha kuasa. Oleh karena itu marilah kita gunakan potensi yang diberikan Allah ini untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Jangan sampai nantinya kita menyesal karena telah berbuat kemaksiatan di dunia dan lalai akan amanat itu. Mulai saat ini kita renungkan baik-baik bahwa kita hidup di dunia ini tiada lain kecuali hanyalah untuk beribadah kepada Allah sesuai dengan amanat yang kita emban. Semua yang kita lakukan pasti ada akibatnya dan akan kita pertanggungjawabkan di hadapan tuhan. Dan mari kita jadikan motivasi untuk terus mengabdi dan mengabdi demi sebuah kebahagian di dunia dan di akhirat serta memperoleh ridho Allah yang maha agung. Semoga kita termasuk golongan orang yang selalu sadar akan amanat yang kita bawa dan dapat mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Allahumma, hassin a’malana wa balligh ha ila imtiyaziha, amin ya mujiba du’ais sailin ...
Wallahu a’lamu bi-showab ...


Samsul Zakaria,
Mahasiswa Prodi Hukum Islam dan Santri PonPes UII angkatan 2009

Kamis, 28 Januari 2010

Telaah Science dan Keluhuran Agama

SIDIK JARI (BANANAH): BUKTI KEAGUNGAN TUHAN
(MOTIFATOR UNTUK MEMPERBAIKI PERILAKU)



أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَلَّن نَجْمَعَ عِظَامَهُ . بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَن نُّسَوِّيَ بَنَانَهُ (القيامة: 3-4)

“ Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?. (Bahkan ) Kami mampu menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna”. (Al-Qiyamah [75]: 3-4)


` Semua ciptaan Allah swt. yang ada di dunia ini memiliki hikmah yang terkadang manusia tidak sanggup menyibaknya dengan pasti, baik dari segi ilmu pengetahuan (science) maupun secara nash (dalil naqly). Hal ini bisa jadi karena keterbatasan yang kita miliki sebagai makhluk ciptaan tuhan dan atau memang kajian itu merupakan pembahasan yang jarang disentuh sehingga tidak diketahui juga hikmah dari ciptaaan Allah tersebut. Hikmah disini -menurut perspektif penulis- lebih cenderung pada motif, yaitu sebab yang melatarbelakangi penciptaan itu. Karena terkadang hal-hal yang sepele atau dianggap kecil pun memunyai fungsi yang begitu besar. Sesuatu yang dipandang nista ternyata malah menjerumuskan manusia kepada kehancuran. Disinilah letak keagungan tuhan yang maha kuasa sebagai sang pencipta (creator) yang memunyai hak prerogatif mutlak.

Satu contoh kecil yang mungkin saat ini telah terbukti urgensinya untuk mendeteksi pelaku kejahatan tertentu yaitu sidik jari (bananah/bashmatul ashobi') manusia. Semakin majunya teknologi -seperti terjadi belakangan ini- terkadang para pelaku kejahatan dengan mudahnya menghilangkan jejak tanpa ada rasa bersalah lari dari jeratan (delik) hukum. Namun sekarang tidak demikian adanya, pelaku kejahatan dapat diketahui dari sidik jari yang ia tinggalkan pada korban atau barang bukti yang ia sentuh ketika kejadian. Yang pada akhirnya nanti pelaku tidak bisa lagi mengelak andaikata ternyata sidik jarinya cocok dengan cap jari yang disadur kala itu. Hal ini karena setiap manusia itu memiliki sidik jari yang berbeda bahkan anak kembar sekalipun. Disini tentu menjadi bukti betapa agungnya kekuasaan Allah yang memunyai maksud tertentu pada setiap penciptaannya.

Pengertian Sidik Jari
Sidik jari yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan finger print (John M. Echols dan Hasan Syadily, 1998) adalah bentuk atau gambar ujung jari-jemari manusia yang akan tampak apabila ditekankan pada bidang tertentu setelah dibubuhi dengan tinta atau sejenisnya. Hal ini sejalan jika kita merujuk pada pengertian sidik jari menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai kata kerja dan kata benda (noun). Sidik jari berarti rekaman jari; cap jempol yang bertujuan untuk menyelidiki bekas jari demi mengetahui dan membeda-bedakan orang (dengan meneliti bekas rekaman ujung-ujung jari tersebut). Dalam konteks ini secara langsung dapat diketahui urgensi sidik jari itu sendiri, yaitu mampu membedakan antara antara individu satu dengan yang lainnya.

Sesuai dengan surat al-Qiyamah ayat 7-8 di atas bahwasanya manusia (orang kafir) menyangka kalau tuhannya tidak mampu untuk membangkitkan sekaligus menghidupkan (menyusun) kembali tulang belulang mereka di hari kiyamat nanti. Padahal Allah swt. mampu mengumpulkan tulang belulang manusia sebagaimana bentuk semula baik yang kecil atau yang besar kelak di hari kebangkitan manusia untuk persaksian (Asy-Syuyuty dan Al-Mahally dalam Tafsir Jalalain). Artinya, Allah swt. dengan kekuasannya bisa merekonstruksi kembali anatomi tubuh manusia yang telah hancur bahkan lebur dan terpisah-pisah sekalipun menjadi bentuk semula yang utuh dan tiada beda. Hal ini yang kemudian sedikit mengilhami manusia untuk mempelajari anatomi yang salah satunya kajian mengenai sidik jari yang dikenal dengan istilah daktilokopi (the study of finger prints). Dengan adanya perkembangan teknologi akhirnya sidik jari manusia dapat disadur dari benda yang telah dipegangnya menggunakan alat tertentu. Alat ini saat ini sering digunakan oleh kepolisian untuk mendeteksi sidik jari pelaku kejahatan demi keakuratan penyelidikan. Subhanallah wa bi hamdihi...

Korelasi Sidik Jari dengan Perilaku Manusia (Behavior)
Manusia lahir ke dunia ini sejatinya telah memiliki janji setia dengan Sang Maha Esa bahwa Ia (Allah swt.) adalah tuhannya yang wajib disembah dan ditaati. Hal ini dilakukan agar pada akhirnya nanti andaikata manusia ingkar akan ajaran ilahi di dunia yang berimplikasi pada balasan neraka di akhirat tidak ada kata protes atau gugatan. Karena manusia sebelum diciptakan ditanya terlebih dahulu dengan kalimat, “Bukankah aku ini tuhanmu?” Kata Allah. Mereka menjawab, “Bala (Benar, engkau adalah tuhanku)”. Inilah kutipan dari percakapan Allah dengan manusia sebelum penciptaannya agar kelak manusia tidak lengah dengan persaksian itu (Al-A’raf [7]: 171). Jadi tidak ada alasan bagi manusia di dunia yang fana ini untuk tidak mengabdi kepada Allah sebagai sang kholik yang telah menciptakannya sebagai anugerah yang paling berharga. Walaupun kita tidak menyadari percakapan kita dengan Allah kala itu tapi itu sudah menjadi takdir yang tidak bisa dihindarkan lagi yang memang mesti kita terima. Andaisaja ketika itu kita menyatakan ketidaksanggupan atau tidak mengakui Allah sebagai tuhan kita maka pasti Allah pun tidak mengirim kita ke dunia yang penuh dengan tipu daya ini.

Sidik jari merupakan bagian dari tubuh manusia yang paling unik karena terletak di ujung jari manusia yang membentuk garis memanjang. Terkadang kita tidak menyadari maksud dari adanya garis-garis itu apakah hanya sekadar pelangkap saja untuk memperindah jari-jemari manusia. Tapi, lebih jauh dari itu ternyata sidik jari sesuai yang telah dijelaskan di atas memunyai seribu makna yang sungguh luar biasa. Selain itu sidik jari manusia menunjukan akan kebesaran Allah yang telah menciptakan manusia dalam bentuk yang seindah-indahnya (ahsanu taqwim). Ini adalah suatu karunia yang begitu dahsyat yang wajib ‘ain untuk disyukuri agar kita termasuk golongan hamba yang pandai bersyukur. Dengan bersyukur secara tidak langsung tersirat doa supaya Allah terus mencucurkan nikmatnya kepada kita karena hakikat dari doa itu adalah rasa syukur manusia akan nikmat tuhannya (haqiqotud du’a asy-syukru [Mujiono, 2010]). Dengan terus mensyukuri nikmat tuhan berarti kita telah berusaha untuk qonaah dan ridha atas semua yang kita miliki dan alami dengan tidak menafikan usaha keras dan tawakkal.

Manusia harus berhati-hati dalam berbuat dan bertindak karena semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban. Kehati-hatian itu bisa dimanifestasikan pada amaliyyah yaumiyyah yang secara kontinyu dilaksanakan. Tidak menganggap hal-hal yang kecil itu sepele atau nista tiada arti. Karena bisa jadi sedikit kecerohan kita kan membawa kepada lembah kenistaan atau bahkan perkara kecil itu yang membawa banyak manfaat dan berkah dalam hidup kita. Contohnya saja sidik jari manusia yang sekilas tidak menarik dan tiada guna namun ternyata menyimpan rahasia yang begitu urgen untuk kepentingan (mashlahah) manusia. Hal ini sejalan dengan statemen yang menyatakan bahwa manusia tidah jatuh karena batu besar yang mengalangi langkahnya namun bisa jadi jatuh tersengkur disebabkan oleh batu kecil yang ada di depannya yang sekilas tak nampak. Hal ini menunjukan bahwa betapa beruntungnya orang yang selalu berhati-hati dalam melangkah dan mengambil keputusan. Perkataan yang telah keluar dari lisan -yang konon lebih tajam dari mata pedang- tidak akan dapat ditarik kembali dan pasti ada konsekuensi dan pertanggungjawabannya.

Epilog
Hidup di dunia ini hanyalah sementara karena pada saatnya nanti kita akan menemui hari pembalasan. Hari yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang selalu berbuat kebajikan namun menjadi momok yang begitu ditakuti oleh mereka yang selalu berbuat kemungkaran. Tiada yang dapat menolong manusia kecuali amal kebajikan yang ia lakukan di dunia. Harta dan jabatan yang kita miliki tidak akan berarti apa di yaumil mahsyar nanti bahkan istri dan buah hati yang begitu kita cintai tiada lagi mengikuti kita. Hal itu karena manusia akan bertanggung jawab terhadap amalnya masing-masing dan seseorang tidak bisa mewarisi atau menanggung dosa orang lain (Al-An’am [6]: 164). Begitulah kira-kira hal ihwal manusia di akhirat nanti sebelum akhirnya mendapat putusan dimana ia akan kembali (jannatun na’im atau neraka) dan kekal di dalamnya.

Sebagai makhluk tuhan yang dianugerahi potensi akal dan pikiran yang sempuna, marilah kita terus berlomba-lomba dalam kebajikan. Dengan karakteristik penciptaan manusia yang variatif dan berbeda-beda ini yang seharusnya menstimulus manusia untuk fight dalam berkarya dan beramal tentunya. Dan juga terus berusaha memikirkan ciptaan Allah swt sebagai bukti keagungan dan tanda kebasarannya. Sesuai dengan hadits rosul, “tafakkaru fi kholqillah wa la tafakkaru fi dzatillah (Renungilah ciptaan Allah dan jangan berfikir akan dzat Allah)”. Dengan terus bertafakkur berarti kita telah menyukuri niknat dan karunia Allah swt dan akan berdampak pada rasa tenang dan nyaman dalam hidup kita. Selalu berhati-hati dalam berbuat (ihtiyath) akan lebih menyelamatkan kita dari lembah kenistaan baik di dunia atau di akhirat. Akhirnya, semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari ciptaan Allah swt serta menyukurinya. Dan kita berharap dengan penuh ketawadhuan agar kita menjadi golongan orang yang selamat (firqoh najiyah) dan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Amin ya robbal ‘alamin...
Wallahu a’lamu bis-showab...



Samsul Zakaria,
Mahasiswa Prodi Hukum Islam dan
Santri PonPes UII
Angkatan 2009


Nomor Rekening: 3079-01-006430-53-2

Sabtu, 23 Januari 2010

Muhasabah in 'Arobiyyah

المحاسبة:
طريقة ترقية درجة الإيمان


فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ . فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَاباً يَسِيراً
(الإنشقاق: 7-8)

إذا لاحظنا ملاحظة دقيقة عرفنا أن الله يرسل الحكمة و الإعتبار من المصا ئب التى تصيب هذه الدنيا دائما. لا فرقَ فى كلام يترك أثرا فى قلب سامعيْه. و كذالك بما أنزل الله إلى الناس - كلام الله على شكل إشاري- بالطبع يحتمل المقصود و الغرض اللذَين نشعر الصعوبة فى فهمهما أحيانا. و ينبغى الناس أن يشعروا هذا الحال ثم يحلله جميعا. بل, نعترف أن هذه محدودات الناس كمخلوق الله ليفهموها و تكون هذه الحالة تقرير الله سبحانه و تعالى.

يوم الأحد, تاريخ 11 من ينايير 2010 وقعت زلزلة أرضية بتاسك مالايا فى قوة عظيمة تعنى خمسة سولة أربعة سكالا ريتر و إن كانت لا تمكن إخراج ماء البحر (ثونامى). تكون هذه المصيبة و المصائب الأخرى الواقعة مشيرة إلينا أن هذه الدنيا لا تصاحب الناس لأنها قد فسدها الناس بأيديهم الجاهلة و هم لا يريدون أن يحبوا هذا العالم. بنظرة أخرى, لا نبالى إتهام وقوع القيامة 2012 الذي يسبب تساؤلات غير واضحة – على نظر الكاتب – هذه الوقوعات غير العادية تشير أن وقتا معلوما وعده الله نسميْه يومَ القيامة كان قريبا جدا.


أيها الإخوان ...
مازلنا فى أوائل السنة, هجرية كانت أم ميلادية, فينبغى لنا أن نوجهَ هذه الإشاراتلِ, علينا محاسبةُ جميع أخلاقنا اليومية. هل لقد وفرْنا واجباتنا كعباد الله أو كانت أعمالنا بعيدة من القيم الدينية؟ ولذالك, حي بنا نفتش أنفسنا لأجل استقبال الحياة المناسبة بتعاليم دينية. لأننا نعرف أن الموت يمكن وقوعه غدا قبيل قيامنا من النوم. و عسى أجلنا يلحقنا قبل توبتنا مقبولة عند الله أو إزرئيل قد نزع روحنا قبل أن نتوب إلى حضرة الله سبحانه و تعالى. و أشذ ضرارا, إذا طارت نفوسنا و كنا فى معصية الله أو فى التهلكة. نعوذ بالله من ذالك...


حقيقة المحاسبة
ألمحسابة هي كلمة كثر الناس أخطؤوا فى فهمها حقيقة. هم يعتقدون أن المحاسبة هي ذكر الأعمال الخاطئة التى فعلوها بالندامة و بكائه. فى الحقيقة, هذا التعريف ليس فهمَ المحاسبة الصحيح, لكن أُعتبر هذا التعريف شرطا من الشروط التى وجب توفرها للحصول على توبة نصوحا (التوبة الخالصة الصحيحة). رجوعا إلى حديث رسول الله صلى الله عليه و سلم عن حقيقة المحاسبة, نجد أن المحاسبة هي إجبار النفس و إرشادها لتطيع جميع أوامر الله سبحانه و تعالى جل جلاله إبتغاءَ الزاد للحياة فى الأخرة (سول هادي, 2007). مطابقا بهذا التعريف, علينا أن نرشد أنفسنا لتطيعَ أوامرِ الله و سنةِ رسولِ الله. و إذا أديْناها إستطعنا أن نحاسب أنفسنا محاسبة حقيقية.

نفتح معارف من شتى المراجع الأخرى, إن نقرأ تعريف المحاسبة عند مُعجم اللغة الإندونيسية الكبِير, نجدُ أن المحاسبة هي ملاحظة و تفتيش على الأعمال و الطبيعات و الضعائف والخطيا: إحتياط النفس. نستطيع أن نستنبط أن المحاسبة هي كسب لتفتيس جميع أفعالنا تفتيشا شموليا ثم نُلهَمَ أن نصلِحها إلى ما كان خيرا و أحسن. بهذا, نُدومَ فى حالة جيدة لأن أعمالنا مفتشة بمحاسبة نأديْها كل وقت و حال. هذا التعريف السابق مناسب بمعنى محاسبة عند معجم أوقسفرود يعنى إنتاج إحطياطي نحو النفكير و الإحساسات و هلم جرا من التفتيشات.

لا نبالى إختلاف المفاهم السابقة, هنا نستطيع أن نفهم أن المحاسبة فى الحقيقة هي تفتيش نحو أخلاقنا ثم نكسبَ أن نجددها ألى أخلاق كُرمَى. و حفظ أنفسنا من المعاصى ثم إجبارها إلى إطاعة أوامر الله و رسول الله (ألتعاليم الدينية) لأنها ثمن توقيفي, لا نستطيع أن نساوَمَها. هذه كلُها مفعولة لِأجلِ إبتغاء مرضاتِ الله و للحصول على السلامة فى الدنيا و الأخرة. أمين ...


الحكمة وراء المحاسبة
أُحضرُكم جميعا قصة جذابة نستطيعُ أن نقطفَ حكمتَه. القصةُ, عاشَ تابع صالح مسمى عطاء السلامى. ذات يوم, أراد أن يبيع أقمشة صنعها إلى أحد مشتري. بعد أن لاحظها المشترى ملاحاظة تامة, ثم قال له المشترى: "يا عطاء, إن الأقمشة التى صنغتها كانت جيدة, لكن فيها عيب أو علة حتى لا أستطيع شراءها." عند سماع عطاء أن فى أقمشته عيب, تخيل ثم بكى. لأ نه ظن أن
أقمشته كانت حسنة لا علة و لا غيب فيها.

نظر المشتري عطاء باكيا, قال له, "يا عطاء, إنى قلت لك حقيقة أن فى أقمشتك عيب حتى لا أشتريَها. لو كنتَ باكيا بسببها, إسمع لى أن أشتريَها و أد فعُ بثمن تام."

لكن هذه المساومة أجابها عطاء:"يا صاحبي, تظنُ أنى بكيت بسبب أقمشتى المعللة؟ إعلم! إنى لا أبكى به. إنى بكيت لأ نى ظننت أن ألأقمشة التى صنعتها شهورا طويلة خالية من العيوب, لكن عند ك أهل الأقمشة منظور عيبه. و كذالك أبكى إلى الله تعالى, لأ نى ظننت أن العبدات التى فعلتها طوال سنة خالية من العيوب. بل, ممكن عند الله جل شأنه عيب فيها, هذه التى تسببنى باكيا يا أخي. سبحان الله و بحمده, لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ...

ألحكمتان موجود تان هنا نستطيع أن نأخذَها من القصة السابقة. أُلأولى, علينا معاودةُ المحاسبةِ نحوَ أعمالنا التى فعلناها. لأن ليس جميع أعمالنا التى إعتقدناها خيرة عند الله خيرة, بل ممكن لا معنى و لا منفعة فيها. دكتور ناصر عاوان فى كتابه الموضوع "روحنية الداعية" شرح حقيقة المحاسبة أنها: "ينتغى للمؤمن أن يحاسب نفسه عند إنتهائه عملا, هل غرض العمل للحصول على مرضات الله أو هذا العمل دخلتْهُ رياء و غيرها من الأخلاق المذ مُومة؟ فى هذه الحالة, نُطلَبُ أن لا نكون متكبرين على الخيرات التى فعلناها, لأن عسى أن تكون هذه ملغاة عند الله. و الثانى, أن لا نعتمد على الأعمال التى أديناها لندخل جنة الله تعالى. علينا أن نعتمد على رحمة الله و مغفرته. و لذالك نحن ممنوعون أن نَيأسَ نحو ذنوب فعلناها. مهما كل ذنب فى هذه الدنيا مجموع, لا يأثر توسعة بحار رحمة الله و مغفرته.


ألإختتام
لقد عرفنا أن المحاسبة مهمة فى حياتنا فينبغى لنا أن نفعلها كل وقت. و بالخصوص, كلما إنتهينا من عمل لتكون أعمالنا اليومية مقبولة و نظيفة من الرياء التى تسبب سقوط ثوب العمل. بمعاودة المحاسبة, نستطسع أن نرقي درجة إيماننا. فضلا, نحن سوف نكون مفلحين فى يوم الحساب (يوم الميزان) فيما بعد لأننا قليلة كانت أم كثيرة لقد حاسبنا أعمالنا فى هذه الدنيا. إنشاء الله ...

كان عمر ابن خطاب يقول: "حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا". و لذالك علينا دوامُ محاسبةِ أعمالنا من وقت إلى وقت. بهذا, نجِدُ كمالَ العبادة و نستطيعُ أن نحصلَ السعادة فى الدنيا والأخرة. أخيرا, عسى أن نكون من الُمُصلِحين, نحصلُ كتابةَ أعمالنا من يدنا اليمنى و نجد مغفرة من الله تعالى على ذنوب فعلناها. أمين, يا رب العلمين ...
والله أعلم بالصواب ...


شمس الزكريا,
طالب معهد الجامعة الإسلامية الإندونيسية
مرحلة 2009

Kamis, 21 Januari 2010

Altruisme dalam Islam

ALTRUISME DALAM ISLAM (ITSAR):
MENCIPTAKAN SUASANA KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG BAIK


وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الحشر: 9)

"Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah mke tempat mereka. dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr [59]: 9)


Dalam kondisi zaman yang sudah tidak bersahabat ini jika kita mau sedikit peka nampaknya egoisme menjadi sebuah sikap yang tumbuh berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dimana setiap individu selalu mementingkan dirinya sendiri tanpa mau memperdulikan orang lain yang juga membutuhkan. Kelompok tertentu hanya berusaha memperjuangkan nasib kelompoknya tanpa mempehatikan kemaslahatan kelom[ok lain yang sebetulnya berhak untuk mendapatkan haknya. Banyak wakil rakyat yang notabene mereka adalah sebagai penyalur aspirasi rakyat melalaikan amanat itu, ia hanya bekerja untuk membesarkan pertainya atau hanya memikirkan kepantingan kesejahteaannya. Padahal sebagai manusia yang berfungsi sebagai kholifah di muka bumi, kita ditakdirkan untuk hidup berkelompok dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Eksistensi suatu masyarakat tertentu juga berpengaruh terhadap keberadaan masyarakat lainnya.

Sikap saling menguntungkan (mutualisme) dan atau bahkan lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sudah tidak nampak lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Andaikata ada pun rasionya kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Indonesia saat ini. Padahal kita tahu seseorang itu akan menjadi bermanfaat dan berguna jika orang lain menbutuhkan keberadaannya di dunia ini. Kita akan menjadi anfauhum linnas jika apa yang kita miliki bisa mendatangkan kemaslahatan dan kebahagian banyak orang. Bukan malah apa yang kita miliki kita gunakan hanya untuk kepentingan pribadi yang terkesan egois dan seolah menafikan orang-orang yang ada di sekitar kitra yang juga membutuhkan. Oleh karena itu sikap memntingkan orang lain di atas kepentingan pribadi harus kita bangau dan kita tanamkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dimaksudkan agar tercipta suasana kehidupan yang nyaman dan tidak ada kesenjangan antara si kaya dan si miskin, antara mereka yang memiliki pangkat dan jabatan tinggi dengan kaum tertinggal. Sehingga nilai-nilai luhur agama dan pancasila tercermin dalam kehidupan rakyat Indonesia yang berdemokrasi.

Pengertian Altruisme
Kata altruisme merupakan turunan dari kata alter yang berarti loving athers as one self (mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri) atau dalam Kamus Oxford disebutkan bahwa altruisme yaitu memperhatikan kebutuhan orang lain lebih dari apa yang kita pikirkan untuk diri sendiri (fact of caring about the needs of other people more than your own). Altruisme sendiri dalam kajian Bahasa Arab dikenal dengan istilah al-Itsar yang berarti pengutamaan atau tafdhil (Kamus al-Munawwir,1997). Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi, tanpa memandang apakah nilai tersebut bersifat manusiawi atau ketuhanan. Kehendak altruis (orang yang mempunyai jiwa altruistik) berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu untuk orang lain tanpa pamrih (Mustofa, 2010).

Dari beberapa rujukan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa altruisme adalah suatu sikap untuk mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi dan golongan dengan semangat berkorban yang penuh keikhlasan. Dalam aplikasinya Altruisme memotori dua nilai yaitu penerapan nilai agama (tathbiqul qimah diniyyah) dan nilai kemanusiaan itu sendiri. Dengan seperti ini iklim kebersamaan dan saling memperhatikan akan betul-betul dirasakan dalam kehidupan. Sikap saling menghormati dan menghargai akan tercipta dan terealisasi sebagai modal dasar melakukan rekonstruksi menuju kejayaan bangsa ini dan menciptakan iklim kehidupan masyarakat yang baik dan kondusif.

Urgensi Altruisme dalam Kehidupan
Sikap mementingkan orang lain dalam kehidupan merupakan sesuatu yang sangat penting demi terciptanya kehidupan yang nyaman dan tentram. Karena semua orang akan berusaha memberikan manfaat dari apa yang ia miliki kepada yang lainnya. Rasa rakus akan harta dan gila pangkat akan sedikit tereduksi karena berusaha menerapkan sikap ini dalam perilakunya sehari-hari. Sehingga si kaya akan hidup tenang karena telah menunaikan kewajibannya dan si miskin akan merasa diperhatikan karena kebutuhannya terpenuhi. Dengan seperti itu tidak akan ada lagi kasus penodongan dan pencurian seperti yang marak saat ini yang begitu meresahkan masyarakat. Karena semuanya telah berjalan bergandengan dan saling memperhatikan. Para wakil rakyat yang duduk di parlemen menunaikan amanatnya dengan baik karena ia ada karena dukungan dari rakyat yang telah memilihnya pada Pemilu. Mereka berjuang dan bekerja untuk kepentingan orang banyak bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Begitu juga kita harus berusaha menjalin hubungan baik dengan sesama manusia.

Altruisme itu sendiri sudah pernah dicontohkan oleh kaum Anshor di Madinah yang merelakan harta dan tempat tinggal mereka diberikan untuk kaum Muhajirin yang hijrah ke daerah mereka. Walaupun sebetulnya mereka masih membutuhkan itu namun karena didasari rasa sepenanggungan dan demi tegaknya agama Allah dengan senang hati mereka merelakannya. Dalam kehidupan sehari-hari memang terasa berat untuk mementingkan orang lain atau sekadar berkorban. Namun hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan yang mendarah daging jika kita terus membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Layaknya kaum Anshor yang terus bisa hidup berdampingan dengan kaum Muhajirin ketika itu. Sehingga muncul sebuah adigium, “Mula-mula manusia membentuk kebiasaan dan pada akhirnya kebiasaan itu yang membentuk manusia” (Ichikawa, 2009). Mula-mula kita membiasakan diri untuk bersikap altruistik maka lama kelamaan sikap itu yang akan mewarnai hidup kita. Hal ini akan tercermin tindakan kita dimana kita akan merasa bersalah manakala tidak bisa membantu orang lain dan ini yang dinamakan kebiasaan telah menbentuk kita.

Di sisi lain, Altruisme ini tidak serta merta boleh diterapkan dalam segala hal. Ada bagian tertentu dimana setiap individu tidak boleh mengutamakan orang lain yaitu dalam hal peribadatan. Sebagai ‘abidullah (hanba Allah) kita harus berlomba untuk melakukan yang terbaik dalam ibadah dan selalu berusaha menjadi yang terdepan. Hal ini karena tujuan dari ibadah itu adalah pengagungan (ta’dzim) dan pembesaran (ijlal) terhadap Allah SWT melalui ibadah itu. Jadi tidak ada alasan untuk mengutamakan orang lain dalam hal peribadatan karena urgensi dari ibadah itu sendiri tentunya. Misalnya dalam hal bersuci dan memilih shof yang pertama dalam solat, seorang muslim harus berusaha (melaksanakannya) menjadi yang pertama dan terdepan. Hal ini karena ibadah itu merupakan hubungan yang murni antara hamba dan tuhannya (Allah SWT). Altruisme yang dimaksud dalam konteks ini adalah mentumakan orang lain dalam kehidupan dunia dan dalam hal muamalah. Bahkan dalam Itsar dalam kehidupan dunia adalah sesuatu yang disenangi atau sunnah (mahbubun). Hal ini sesuai dengan kaidah Usul Fiqh yang berbunyi:

ألإيثار بالعبادات مكروه و بالدنيا محبوب (عبد الحميد حكيم فى السلم).

Artinya: “Mengutamakan (orang lain) dalam peribadatan adalah dibenci (makruf) dan dalam dunia adalah sunnah (disukai). Abdul Hamid Hakim dalam Kitab as-Sulam.

Epilog
Begitu pentingnya altruisme (al-Itsar) dalam kehidupan maka marilah kita berusaha menerapkankan dalam segala perilaku dan tindakan kita. Hal ini akan mendatangkan manfaat bagi diri kita pribadi (di sisi Allah) dan maslahat yang besar bagi orang lain. Karena altruisme itu sendiri merupakan salah satu ajaran Quran yang merupakan pedoman umat islam dalam kehidupan beragama (muamalah). Dengan menerapkan sikap ini dalam kehidupan berarti kita telah mengamalkan dan mesyiarkan nilai luhur Quran. Begitu juga dalam hal etika, altruisme merupakan sikap yang terpuji yang disenamgi semua orang. Sehingga akhirnya kita akan tercatat di sisi Allah sebagai orang-orang yang beruntung (al-Muflihun) di hari pembalasan nanti dan mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin ya Allah ya Mujiba du’ais sailin...
Wallahu a’lamu bis-showab...


Jogjakarta, 22 Januari 2010


Samsul Zakaria,

Tajribaty al-Hayatiyyah

PEMIMPIN ITU DARI UII
(My Personal Experience)


Hari itu Senin, 18 Januari 2010, Aku dan temanku, sebut saja Mas Tubagus (teman akrabku sejak Aku masih di Aliyah) pergi ke kampus kami Universitas Islam Indonesia (UII). Saat itu masih dalam suasana semesteran kampus dan di hari itu bertepatan dengan ujian mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH) yang diampu oleh Drs. Dr. Dadan Muttaqien, SH. M Hum. Karena jadwalnya setengah satu siang (ba’da Dhuhur) maka sekitar jam 11.30 Aku dan Bagus sudah bergegas pergi ke Kampus. Hal ini agar nanti bisa solat di Kampus dan dengan harapan supaya tidak ketinggalan alias tepat waktu (on time) masuk kelas. Maksud hati memeluk gunung namun apa daya tangan tak sampai, maksud kami ingin masuk kelas tepat waktu namun apa daya musibah menimpa kami berdua siang itu.

Ketika sampai pada kilometer 14 jalan Kaliurang, sudah dekat kampusku, tiba-tiba ban belakang motor yang kami kendarai bocor. Dengan menimbulkan buyi aneh terlebih dahulu. Semula Aku tak menyangka kalau bunyi itu ditimbulkan oleh motor Supra X 125 cc yang kami kendarai. Tidak jauh dari situ motor terasa berat dan serasa ada sesuatu yang mengganjal, ya karena ban sudah bocor dan anginnya pun sudah habis. Tentu kami pun tidak dapat melanjutkan perjalanan dan terpaksa harus istirahat menunggu selesai ban motor ditambal karena dekat lokasi itu terdapat bengkel tambal ban. Kondisi tubuhku ketika itu sebenarnya sudah tidak fit, Daku merasa sedikit using dan bawaannya ngntuk meskipun paginya Aku sempat tidur di Pondok, he..

Bukan ini sebenarnya yang ingin saya bahas dalam tulisan ini. Aku hanya ingin sedikit berbagi mengenai nasihat sekaligus pengetahuan yang Aku dapatkan ketika kejadian itu. Saat Aku menyebrang menuju bengkel ban yang berada di Timur jalan di sana sudah ada bapak yang sedang memompakan ban mobilnya. Bapak tadi tidak menyempatkan duduk sejenak pada banku yang disediakan pemilik bengkel bagi pelanggan (pemilik kendaraan). Dia hanya berdiri saja menunggu ban mobilnya dipompa. Karena capek dan ngantuk akupun langsung duduk di bangku itu yang posisinya tidak jauh dari Pak tua tadi berdiri. Terkesan kurang sopan memang. Tapi rasa ngantuk yang menimpaku membuatku tidak berfikir dua kali untuk duduk dibagku yang kira-kira bisa diduduli 3 orang itu. Tak ku sangka, tiba-tiba bapak yang mengaku sudah pensiun 30 tahuna itu menanyaiku, “kuliah dimana Dik?” tanyanya. Aku pun menjawab bahwa Aku kuliah di UII yang letaknya tak jauh dari lokasi itu (Kampus UII berada di KM 14,5). Mendengar jawabanku Bapak yang tidak sempat mengenalkan namanya padaku tersentak dan langsung merespon jawabanku, “Oh, bagus, bagus”, tuturnya.

Dalam kengantukanku yang tak tertahankan Akupun menjadi tertarik dan terhanyut dengan perbincangan singkat itu dan rasa ngantuk yang menyerangku hilang. Dalam hatiku sempat terlintas pertanyaan mengapa bapak tadi menyatakan eksprasi senang ketika aku menyebut UII. Apakah image UII sebagai salah satu Universitas Islam swasta menyimpan kesan baik pada kalangan tertentu atau ada alasan lainnya. Meskipun Aku pribadi merasa sangat bangga bisa melanjutkan pengembaraan di Universitas ini. Sebelum Aku sempat menanyakan alasan bapak tadi mengatakan UII itu bagus, beliau sudah menambahi pernyataannya, “Pemimpin bangsa ini seharusnya lahir dari Universitas sekelas UII, setidaknya kalau pemimpin itu dari UII (Universitas yang punya basic keislaman) jika akan memulai sesuatu terlebih dahulu membaca Basmalah.” Tukasnya. Akupun jadi tertegun dengan setatemen itu dan hanya menundukan kepala pertanda setuju dengan alasan logis yang diutarakan bapak tadi. “Bangsa ini sudah terlanjur bobrok, lembaga yang diberi amanat untuk menyelesaikan kasus korup di Indonesia justru malah terlibat korupsi di intern lembaganya” tambahnya.

Menarik memang, bapak yang mengaku sudah berumur 76 tahun itu ternyata memiliki daya kritis yang pedas terhadap kehidupan berbangsa di Indonesia. Hal ini karena memang seperti itu realitanya, lembaga peradilan di Indonesia sudah tidak memiliki kesan baik dan wibawa di mata masyarakat. Anggota DPR sebagai penyalur aspirasi rakyat yang seharusnya memberikan tauladan yang baik bagi bangsa justru melakukan tindakan yang menodai citranya sebagai wakil rakyat di parlemen. Kejujuran yang mesti dikedepankan dalam segala bidang dinafikan begitu saja tanpa ada rasa bersalah. Padahal kejujuran itu akan membawa pelakunya kepada kebaikan dan kebaikan itui akan menuntnya menuju keabadian di surga Allah SWT. Namun dalam kondisi yang tertentu manusia tidak memikirkan lagi dampak fatal dari kebohongan yang ia lakukan. Padahal sekali berbohong itu akan menyebabkan bohong yang kedua kali demi menutupi kebohongan yang pertama dan seterusnya. Sehingga ia menjadi makhluk yang paling banyak berohong (kadzdzab). Na’udzubillahiu min dzalik...

UII sebagai Universitas yang komit akan keagamaan sekaligus unggul di bidang intelektual dan teknologi diharapkan bisa mencreate pemimpin bangsa yang memiliki kredibelitas tinggi. Mampu mencetak kader pemimpin umat yang memunyai potensi yang seimbang antara intelektual dan spiritual. Sanggup menyiapkan generasi yang mampu menghadapi dan merespon perkembangan zaman yang semakin radikal dan liberal. Berhasil meluluskan sarjana yang mumpuni dan siap terjun di masyarakat. Demikian kira-kira harapan bangsa terhadap Universitas di Indonesia khususnya UII, termasul bapak tadi. Hal ini karena sudah menjadi keniscayaan bahwa sebuah Universitas dianggap berhasil jika mampu menelurkan lulusan yang berdaya saing yang berilmu amaliyah dan beramal ilmiyah (jargon UII). Amin ya Robbal ‘alamin....

Jogjakarta, 21 January 2010

Samsul Zakaria

Jumat, 15 Januari 2010


Al Ghouts..., Al Ghouts...,
Written by: Samsul Zakaria


Bagi sebagian orang mungkin judul tulisan ini cukup aneh dan menimbulkan rasa penasaran dalam hati. Sekilas dapat kita tanggap bahwa kata al-ghouts itu merupakan salah satu dari deretan kosakata bahasa Arab yang tercecer dalam kamus or inseklopedia. Sebenarnya tidak ada yang menarik dari kata ini jika kita rujuk pada makna yang sebenarnya. Secara bahasa kata ini merupakan bentuk masdar dari ghotsa – yaghutsu, yang berarti menolong dan ghouts artinya pertolongan, seperti itulah kira-kira. Namun akan menjadi sesuatu interested manakala dipakai untuk makna majaz atau maksud tertentu. Inilah salah satu keistimewaan bahasa arab yang tidak hanya memiliki makna hakiki yang dapat difahami secara langsung (directly understanding) tetapi juga menimbulkan dan memunyai multitafsir yang komplek dan variabel.

Sebenarnya kata ini adalah salah satu dari petikan kata hizb yang dibacakan untukku ketika saat itu aku sedang dalam kondisi yang tidak sewajarnya (sakau). Mengapa aku katakan demikian karena kala itu aku sudah tidak makan sekitar dua hari tapi masih bisa berontak ketika dipegang oleh sekitar 15 orang. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa menjadi seperti itu. Aku hanya berfikiran negatif terhadap apa yang aku hadapi dan temui saat itu. Seolah aku telah melakukan dosa dan kesalahan yang mungkin tak terampuni lagi dan seakan orang yang ada di sekitarku kan menpunishku sebagai akibat dari kesalahanku. Padahal setelah aku kembali pada kesadaranku yang sempurna aku sadar bahwa itu semua hanya suudhon dan halusinasi belaka. Ironis memang kondisi yang kualami saat itu.

Saat itu, malam Sabtu, Aku dipaksa untuk pergi ke masjid karena sebelumnya aku hanya mendekam di kamar doank. Aku pun sempat berontak dan menolak untuk menuju masjid karena perasanku saat itu yang mungkin sudah dipengaruhi oleh makhluk halus. Dan akhirnya aku pun dipaksa pergi menuju masjid. Di masjid sudah berkumpul anak-anak pondok dan para ustadz. Aku pun diseka oleh Ustadz Roihan dengan air yang dituangkan dalam baskom yang sudah dicampur dengan kembang. Kemudian setelah itu aku pun dibacakan hizb yang kurang lebih bunyinya, “al-ghouts, al-ghouts, aghitsna minannar”. Itulah sepengingatanku ketika itu. Dan aku pun merasa ada bisikan agar aku tetap tenang karena banyak temannya andaikata akupun harus mati meninggalkan dunia. Na'udhubillhi min dzalik,,,

Ruqyah (bacaan tertentu yang dibaca berjamaah) yang dijalankan di pondok tidak juga bisa menyembuhkanku dan tidak sanggup mengusir makhluk halus yang ada pada diriku. Aku pun dibawa ke Semarang (tempat Pak Munggeng) bersama orang tuaku yang kala itu sudah datang ke Jogja. Sekitar 2 hari di Semarang (perobatan oleh seorang tabib) tak juga membuiatku sadar. Akhirnya aku dibawa ke Banyuwangi, desa tempat tinggal Mbahku dan saudara-saudaraku dari ayah. Di sana aku diobati oleh seorang kiayi yang bernama Abdul Halim. Sekitar kurang lebih dua bulan aku berada di sana sedikit membuatku sadar dan akupun mau makan nasi karena sebelumnya sekitar 12 hari nggak makan nasi, hanya minum juga itu kalau pas haus. Tapi, perasaanku ketika itu belum juga pulih seratus persen, masih ada bayang-bayang dan bisikan-bisikan halus yang menghantui diriku.

Aku dan orang tua ku serta 2 adikku akhirnya pulang ke Lampung Barat, kota kelahiranku. Sesampai di rumah akupun masih juga belum sadar dan aku merasa takut dengan orang-orang yang sudah berkumpul ramai di rumahku. Aku yakin meraka telah ngumpul demi menanti kedatanganku untuk mengetahui kondisiku dan tentu untuk menjenguk orang sakit ('iyadatul maridh). Perasaanku ketika itu mata-mata mereka itu tampak merah dan seolah menampakkan ekspresi emosi padaku. Padahal ketika itu semua orang yang ada di rumahku meneteskan air mata. Akupun menangis entah kenapa, mungkin terharu namun dalam durasi yang tidak lebih dari 5 menit. Dan akupun langsung makan di dapur di saat rumahku sesak orang yang berjejalan yang memenuhi rumahku.

Sekitar 10 hari aku berada di rumah, tidak ada perubahan juga. Aku mesti dipaksa dulu untuk menemui orang-orang yang datang mengunjungiku. Hal itu karena ada perasaan bersalah yang berlebihan ditambah denagan rasa malu. Akupun diajak oleh orang tuaku untuk berziaroh ke makam kakek dan buyut (bapak dan ibu dari nenekku). Setelah berziaroh, akupun singgah di rumah budeku (bibi) yang tidak jauh dari tempat persemayaman leluhurku. Dan ketika memasuki rumah budeku aku merasa plong dan terasa bebas dari halusinasi yang selama ini membayang-bayangiku. Perasaan bersalah yang selama ini selalu mengitariku pun lenyap dan yang ada hanya rasa senang dan gembira karena aku telah sadar kembali. Alhamdulillah,,,

Aku juga sempat dibawa ke kediaman Abah Syafe'i di Pasir Sakti, Lampung Timur untuk berobat. Meskipun Aku telah pulih dan sadar, tetap saja hal ini dijalani untuk memastikan dan melindungi tubuhku dari pengaruh ghaib itu. Setelah dipastikan bebas dari pengaruh itu Aku dan keluargaku pulang ke Lampung Barat. Aku sudah menjalani hidup dengan apa adanya walaupun masih ada rasa malu dan shock serta jera. Tapi setidaknya Aku sudah sering keluar untuk sekadar bermain Volly dan pergi ke tempat-tempat tertentu.

Tidak lama kemudian Akupun berkat dorongan dari Mas Mustofa (seniorku sekaligus pembimbing dan beliau adalah dosen di STAIN Metro, Lampung) pulang lagi ke Jogjakarta untuk meneruskan studiku. Dan ketika aku sampai di pondok, teman-temanku kagum melihat tubuhku yang tampak gemuk. Hal ini mungkin karena setelah sakit aku banyak menkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dengan jumlah yang besar. Anehnya mereka banyak yang memanggilku dengan sebutan “Al-Ghouts,..” Dan akhirnya nama itu menjadi gelar populerku di pondok, he.. he.. Hanya demi mendapatkan gelar ghouts saja membutuhkan uang yang berjuta-juta...


Jogjakarta, 16 Januari 2010

ttd

Samsul Zakaria
NM. 09421021

Renunganku pada Almamerku (MAN 1 Bandar Lampung)

Sweet Story
in MAN 1 (Model) Bandar Lampung



MAN 1 (Model) Bandar Lampung adalah madrasah yang terletak di Jalan Letkol Endro Suratmin, Sukarame, Bandar Lampung. Letaknya lumayan strategis plus terjangkau walaupun muncul asumsi bahwa sekolah-sekolah yang ada di Sukarame itu mewah alias mepet sawah, he.. Hal ini memang karena areal ini banyak dimanfaatkan untuk ladang persawahan. Tapi bagiku di sinilah letak keistimewaan sekaligus keunikan sukarame sebagai lokasi tujuanku meneruskan sekolah di tingkat atas.

Ketika aku tinggal disana untuk kurun waktu kurang lebih 3 tahun, daku tinggal di Boarding School of MAN 1 Bandar Lampung dan otomatis aku pun take jurusan agama. Selain sudah menjadi pilihanku juga karena mulai letinganku (read, angkatanku) siswa yang tinggal di asrama wajib memilih jurusan IAI (Ilmu Agama Islam) yang sepertinya saat ini sudah changed menjadi RMBI. Aku juga bingung kenapa mesti diubah seperti yang tampak saat ini. Coz, biasanya berubahnya nama tidak mustahil diilhami oleh maksud tertentu bahkan ironisnya berimplikasi pada perubahan sistem yang ada di dalamnya yang justru tidak semujarap sistem sebelumnya. Padahal sudah terbukti bagus dan mampu menelurkan graduaters yang unggul dengan sistem yang telah berjalan selama ini. Namun jika terobohan baru ini menjanjikan dan mampu merenovasi sistem yang ada menjadi lebih baik maka aku yakin langkah ini akan diamini oleh semua jebolan MAK termasuk diriku. Dan semoga demikian adanya,,

Tadi pagi ada seorang santriwati yang sempat cerita kepadaku mengenai kondisi Boarding School saat ini. Terlepas dari subjektivitas penilaian yang ia lakukan, sedikit banyak aku bisa menangkap dan mengetahui gambaran kondisi almamaterku saat ini. Dia bertutur bahwa asrama saat ini tak ubahnya hanya seperti kos-kosan yang tidak lagi terkandung di dalamnya ruhul ta'allum yang tinggi. Demikian kira-kira penuturannya padaku. Aku juga tidak mengetahui langsung kenapa hal itu bisa terjadi, mengingat kondisi asrama ketika aku masih nyantri as far as good, ya andaikata ada perubahan dari tahun-tahun seblumnya aku kira ini dapat ditolerir. Mendengar curhatan dari Ukhty tadi sedikit membuat hatiku sedih karena almaterku yang selama ini terkenal baik dan mampu menghantarku hingga aku bisa meneruskan kuliah di perguruan tinggi harus berubah dari kondisi semula membuatku tergelitik untuk menulis curhatanku di laman ini.

Sebagai alumni termuda, aku dan temen-temen tentunya berharap agar Asrama yang kala itu menjadi kawah condrodimuko untuk menggoreskan tinta sejarah dalam eposide hidup kami tetap menjadi sebuah almamater yang unggul dan terpercaya untuk mengemban amanat sebagai pencetak kader-kader pemimpin umat. Perubahan nama saat ini harus dijadikan motifasi untuk merangsang perkembangan mutu asrama itu sendiri. Bukan malah mencoreng nama baik instansi karena ketidakmampuan meongoptimalkan semua sarana yang telah terpenuhi dan memadai. Aku hanya bisa memohon kehadirat ilahi robby, jadikanlah almaterku sebagai sebuah lembaga yang membuat bangga para lulusannya lantaran keunggulan dan prestasi yang ditorehkannnya. Semoga niat baik para orangtua murid untuk meyekolahkan putra-putrinya demi sebuah obsesi agar mereka menjadi insan yang kamil dan berdaya guna terwujukan. Amien ya robbal 'alamin,,,

Jogjakarta, 15 Januari 2010,
Zakaria, Graduater of MAN 1 Bandar Lampung.

Selasa, 12 Januari 2010

Muhasabah Syumuliyyah

MUHASABAH:
MEDIA MENINGKATKAN IMAN

“Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” .(QS. Al-Insyiqaq: 7-8).


Jika kita amati secara mendalam, nampaknya Allah swt. selalu mengirimkan hikmah dari i'tibar yang diperoleh dari bencana yang melanda dunia ini. Tak ubahnya perkataan yang pasti akan menggoreskan kesan dihati pendengarnya. Begitupun dengan apa yang Allah turunkan kepada manusia -sebagai bentuk kalam tuhan yang bersifat teguran- tentu memiliki maksud dan tujuan yang terkadang kita merasa sulit atau bahkan kesulitan untuk memaknainya. Semestinya manusia menyadari hal itu lalu melakukan tindak lanjut (fedback) dari semua itu. Sekali lagi ini adalah keterbatasan manusia sebagai ciptaan tuhan (makhluk) yang memang sudah menjadi ketetapan sang pencipta (kholiq) untuk memahaminya.

Belakangan ini, Minggu, 11/01/2010, telah terjadi gempa bumi di Tasikmalaya dengan kekuatan cukup besar yaitu 5,4 SR walaupun tidak berpotensi tsunami (detikNews.com). Tentu musibah ini memberikan gambaran (isyarat) kepada kita bahwa dunia ini sudah semakin tidak bersahabat dengan manusia karena sebenarnya itu dampak dari ulah manusia sendiri yang tidak mau menyayangi alam (muhafadhah 'alal 'alam). Disisi lain, terlepas dari ramalan kiamat 2012 yang kontroversial itu sesungguhnya -menurut telaah penulis- hal itu mengisyaratkan bahwa semakin dekat waktu yang dijanjikan Allah swt yaitu yaumus sa'ah (lebih dikenal dengan istilah kiamat).

Idealnya menanggapi semua itu, kita harus melakukan muhasabah (introspeksi) terhadap semua sikap dan tindakan kita selama ini. Sudahkah kita penuhi semua kewajiban kita sebagai makhluk tuhan (li'ibadatillah) atau justru perbuatan kita selama ini jauh dari nilai-nilai ilahiyyah. Oleh karena itu, mari kita berintrospeksi diri demi menuju hidup yang sesuai dengan ajaran agama mengingat bahwa tidak ada jaminan kita akan bangkit dari tidur esok hari. Karena boleh jadi ajal menjemput sebelum kita bertaubat kepada Allah swt atau Malaikat Izrail telah mencabut nyawa kita sebelum taubat kita benar-benar diterima oleh-Nya. Yang lebih ironis bila nyawa ini melayang dikala kita sedang berbuat kemaksiatan atau berada dalam lembah kenistaan. Na'udzubillahi min dzalik...

Hakikat Muhasabah
Muhasabah atau introspeksi diri adalah kata yang hakikatnya sering disalahpahami oleh mayoritas orang. Mereka beranggapan introspeksi diri adalah mengingat perbuatan dosa yang telah dilakukan, dengan menyesali dan menangisinya. Padahal, pengertian tersebut bukanlah termasuk ke dalam muhasabah. Namun itu adalah salah satu dari syarat-syarat taubatan nasuhan (taubat yang murni). Merujuk kepada hadits Rasulullah saw. tentang hakikat muhasabah, akan kita temukan yang dimaksud dengan muhasabah adalah memaksakan diri dan menundukkannya agar taat melaksanakan semua perintah Allah SWT sebagai bekal di akhirat (Asep Sulhadi, 2007). Sesuai dengan konsep ini maka kita harus mengarahkan diri kita untuk selalu tunduk dengan perintah Allah swt. dan Rasul-Nya, Muhammad saw. Dengan demikian kita telah mampu melakukan muhasabah yang hakiki.

Merujuk kepada pengertian introspeksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dsb) diri sendiri; mawas diri. Kita dapat simpulkan bahwa muhasabah itupun berarti sebuah upaya untuk menilai semua tindakan kita secara menyeluruh yang kemudian mengilhami manusia untuk melakukan perbaikan (ishlah). Dengan demikian kita akan selalu dalam kondisi yang stabil karena perbuatan kita terkontrol melalui muhasabah yang secara kontinyu kita lakukan. Pengertian ini juga sejalan dengan arti introspeksi menurut Oxford Dictionary yaitu penilaian secara hati-hati terhadap pemikiran, perasaan (tindakan) dan lain lain (the careful examination of your own thoughts, feelings, etc).

Terlepas dari perbedaan pengertian di atas dapat kita pahami bahwa muhasabah pada prinsipnya koreksi terhadap tindakan kita selama ini dan berusaha melakukan renovasi menuju akhlak yang lebih baik. Dan mengekang nafsu kita dari hal-hal yang berbau maksiat serta memaksakan diri untuk tunduk dan taat terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya (ta'alim diniyyah) karena hal ini adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar. Ini dilakukan demi memperoleh ridho ilahi (ibtighou mardhotillah) dan memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

Ikhwan fillah...
Ada sebuah kisah menarik yang dapat kita petik hikmahnya. Alkisah, hiduplah seorang tabi”in shaleh yang bernama 'Atha as-Salami. Suatu hari Atha bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh si penjual kain, kemudian penjual kain itu berkata; “Ya Atha, sesungguhnya yang engkau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya.” Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Karena menurut 'Atha tenunan itu bagus dan tidak ada cacatnya.

Melihat Atha menangis, penjual kain itu berkata; “Ya Atha sahabatku, aku mengatakan yang sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak jadi membelinya. Kalaulah karena itu engkau menangis, maka biarlah aku akan tetap membeli kainmu itu dan membayarnya dengan harga yang pas.”

Tetapi tawaran itu dijawab Atha; “Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis dikarenakan kainku ada cacatnya? Ketahuilah, sesungguhnya aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi dimatamu sebagai ahli tenun terlihat ada cacatnya. Begitulah aku menangis kepada Allah, dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang kulakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya. Tetapi, mungkin dalam pandangan Allah sebagai ahlinya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis. Subhanallah...

Ada dua hikmah yang dapat kita ambil dari kisah diatas. Pertama, kita harus sering melakukan muhasabah terhadap segala amal kebaikan yang telah kita kerjakan. Karena boleh jadi amalan yang selama ini kita anggap baik justru tidak artinya di sisi Allah swt. Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam kitabnya yang berjudul “Ruhaniyatud-Da’iah” menjelaskan hakikat muhasabah sebagai berikut; “Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amal untuk mendapatkan ridha Allah atau apakah amalanya disusupi sifat ria’?. Dan yang Kedua, jangan bersandar kepada amal yang telah kita lakukan untuk dapat masuk kesurganya Allah swt. Kita harus bersandar kepada rahmat dan ampunan Allah swt. (lemabang.wordpress.com)

Penutup
Begitu pentingnya muahasabah dalam hidup ini maka sudah sewajarnya kita selalu melakukannya setiap waktu. Terlebih setiap selesai melakukan suatu amal perbuatan supaya amaliyyah yaumiyyah kita diterima dan bersih dari riya' yang dapat menggugurkan pahala. Dengan membiasakan diri bermuhasabah berarti kita telah berusaha meningkatkan kualitas iman kita. Bahkan kita pun akan menjadi orang yang beruntung di yaumul hisab (hari perhitungan amal) nanti karena sedikit banyak kita telah memperhitungkan amal kita di dunia. Insya Allah..

Umar bin Al Khatab pernah berkata, ''Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (hasibuu qobla an tuhaasabuu)”. Oleh karenanya kita harus selalu mengintrospeksi amal kita dari waktu ke waktu secara terus menerus. Dengan demikian kita akan mendapatkan kesempurnaan ibadah dan mampu menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dan akhirnya semoga kita menjadi golongan orang yang selalu berbenah diri, memperoleh catatan amal dari sebelah kanan serta mendapat ampunan dari Allah swt. atas dosa yang telah kita perbuat. Amin ya robbal 'alamin
Wallahu a'lamu bis shiwab...

Muhasabah

Jika kita amati, nampaknya Allah selalu mengirimkan hikmah dari i'tibar yang diperoleh dari bencana yang melanda dunia saat ini. Tak ubahnya perkataan yang pasti akan menggoreskan kesan dihati pendengarnya. Begitupun dengan apa yang Allah turunkan kepada manusia, tentu memiliki maksud dan tujuan yang terkadang kita merasa sulit atau bahkan kesulitan untuk memaknainya. Sekali lagi ini adalah keterbatasan manusia yang memang sudah menjadi ketetapan ilahi.
Belakangan ini terjadi gempa bumi di Tasikmalaya dengan kekuatan cukup besar yaitu 5,4 SR walaupun tidak berpotensi tsunami. Tentu musibah ini memberikan gambaran kepada kita bahwa dunia ini sudah semakin tidak bersahabat dengan manusia karena sebenarnya itu dampak dari ulah manusia sendiri yang tidak mau menyayangi alam. Disisi lain, terlepas dari ramalan kiamat 2012 yang kontroversial itu sesungguhnya -menurut telaah penulis- mengisyaratkan bahwa semakin dekat waktu yang dijanjikan Allah swt yaitu yaumus sa'ah (lebih dikenal denagan kiamat).
Idealnya menanggapi semua itu adalah muhasabah terhadap semua sikap dan tindakan kita selama ini. Sudahkah kita penuhi semua kewajiban kita sebagai makhluk tuhan atau justru perbuatan kita selama ini jauh dari nilai-nilai ilahiyyah. Oleh karena itu mari kita berintrospeksi diri demi menuju hidup yang sesuai dengan ajaran agama mengingat bahwa tidak ada jaminan kita akan bangkit dari tidur esok hari. Karena boleh jadi ajal menjemput sebelum kita bertaubat kepada Allah swt atau Malaikat Izrail telah mencabut nyawa kita before taubat kita benar-benar diterima ole-Nya. Semoga kita tergolong menjadi orang-orang yang selamat dunia dan akhirat, amin ya robbal 'alamin..
Wallahu a'lamu bis showab...

Rabu, 06 Januari 2010

سوارا هاتي

الغطرسة أنه يغرق وادي لاحتقار الرجال ،
عندما يشعر انه قادر على القيام بشيء جيد ثم فجأة انها ستفقد القدرة على أنفسنا ،
جوهر جميع أنه لا يوجد غيرها هو الله وحده. البشر ليست سوى مظاهر كائن من خلقه أن تعاد إليه أيضا. لذلك ليس هناك سبب للناس ليفخرون ناهيك عن رتبة ، أو موقف الإنجازات التي تم الحصول عليها.

Kesombongan itu justru akan menenggelamkan manusia kepada lembah kenistaan,
ketika ia merasa mampu melakukan sesuatu dengan baik maka dengan tiba-tiba kemampuan itu akan hilang dari diri kita.

Hakikat dari semua itu tiada lain adalah milik Allah semata. Manusia hanya merupakan objek dari manifestasi ciptaannya yang kelak akan kembali kepadanya pula. Maka tidak ada alasan bagi manusia untuk membanggakan diri apalagi pangkat, kedudukan ataupun prestasi yang diperoleh.

Arrogance it would drown the valley of men to contempt,
when he feels capable of doing something well then all of a sudden it would lose the ability of ourselves,
The essence of all that no other is God's alone. Human beings are only manifestations of the object of his creation that will be returned to him too. So there is no reason for people to pride themselves let alone the rank, position or achievements obtained.


Sabtu, 02 Januari 2010

الرأي

الإرهاب المحتمل ان تصبح اندونيسيا الثقافة الديمقراطية


القاء القبض على الزعيم الإرهابي نور الدين محمد توب فى سولو ايلول / سبتمبر 17 ، 2009 بعد تبادل لاطلاق النار يسبقه المفرزة 88 طفيف الحد من القلق الامة الاندونيسية من خطر الإرهاب. قصف مكثفة أجريت في اندونيسيا والتي بدأت مع تفجيرات بالى امروزى وشريكه الذي كان يطارد الناس في اندونيسيا أن دمرتها حال القبض عليه. طبعا هذا وثيق الصلة على مقتل زعيم ارهابي سمك الطبقة مع الكاريزما التي يمكن أن تؤثر على العديد من الشعب الاندونيسي مكافحة شعوبها مع الأعمال الإرهابية بدافع فقط بسبب أحكام موضوعية عن وجود اندونيسيا باعتبارها الحليف الاميركي. اذا كان الزعيم قد مات بعد ذلك فقط على روح القتال من رجاله سوف تتآكل والهجمات الإرهابية من شأنه أن ركدت بسبب فقدان القيادة تعيين استراتيجية الهجوم. ذلك أن يتكلم في حين أن الرأي العام بعد مقتل نور الدين اندونيسيا التي سوف تؤثر على التهديد الارهابي هوادة كان كارثة على الأمة من اندونيسيا. ولكن إذا كان هذا الافتراض صحيحا إلى الأبد دون أي تأثير للأحداث وراء قتل نور الدين وبعض اليدين أو القدمين سوف يسبب مزيدا من الخطر الذي يهدد وجود دولة أخرى الاندونيسية نفسها. دعونا نبحث في عمق المشاكل تأتي إلى الفهم الصحيح ومحاولة تقديم حلول حكيمة وذات الصلة لمشكلة الارهاب فى اندونيسيا.

ان السؤال الكبير على الفكر والشعب الاندونيسي في العام عن انتخاب اندونيسيا كدولة مرتكبي الاهداف الارهابية من دول اخرى. لماذا لا تكون الدول الأخرى أكثر إثارة للاهتمام notabenenya الأرض جعل مهمتهم؟ ما الخطأ في ان اندونيسيا تملك حاليا وتيرة كان كبيرا هيبتها في أعين العالم؟ يبدو هذا السؤال يحتاج الى تحليل عميق للرد. نظرا لطبيعة وملك اثنين الإرهابية الدكتور أزهري ونور الدين محمد توب يأتي من بلد مجاور ، وماليزيا ، ومن المحتمل أن يؤدي انتخاب اندونيسيا كهدف الارهاب الجغرافيا بين ماليزيا واندونيسيا هي قريبة مما يجعل من الاسهل بالنسبة لاندونيسيا لانها توغلت عميقا مطلعا على الوضع الأمني والاستقرار في اندونيسيا. هناك سبب آخر هو أن عدد سكان اندونيسيا هي كبيرة نسبيا وازدهار الضعف التي تؤثر على منظومة الأمن الوطني وmeredupnya روح الوحدة والتماسك الذي يجعل من السهل على هؤلاء الارهابيين ونهب شعب اندونيسيا. كما وضع استراتيجية لغرس عقيدة متطرفة معادية لشعوبها إلى الكوادر الأخرى الذين ليسوا جزءا من المواطنين الإندونيسيين باعتبارها شريكة في النهاية أيضا سيكون معلما الخلف لنضالهم.

حالات فعلية للارهاب ، ليس فقط من قبل أولئك الذين يقيمون digencarkan البلدان الأجنبية ، بل أيضا نفذت من قبل المواطنين أنفسهم الاندونيسية. مثل قضية تفجير بالى 1 و 2 هي التي بذلتها امروزى وأصدقائه أنه في الواقع هو mareka المواطن الاندونيسى. ولا شك أيضا أن الأفكار المتطرفة التي ميراكا المكتسبة خلال الدراسة في أفغانستان ghiroh حفز العديد من الأفكار التي جاءت على لاجراء استثنائي تفجير فنادق الخمس نجوم وغالبا ما يرتادها السياح الأجانب من غير المسلمين. من سخرية القدر ، لا خفية terfikirnya أثر التفجيرات التي تسودها الفوضى حتى يبدو أن وفاة المواطنين الاندونيسيين الذين ليسوا مذنبين في ذلك الوقت. كان من بين القتلى في حال كانت جميع الأجانب من غير المسلمين يقع في التفجير ربما تصرفاتهم سوف يتم الاتفاق عليها من قبل المسلمين الاندونيسيين دون دعوة جدلا كبيرا ، وهو ما يعني بين المسلمين. ولكن قد يكون من المستحيل لأنهم لم يستطيعوا (السياح الاجانب) في komunitas menbentuk نقية تلك البلدان دون التثاقف (مختلط) مع المواطنين المحليين (اندونيسيا) الأغلبية الاسلامية. حتى من الناحية المثالية ، كان موجها للارهاب في غالبية غير المسلمين أدين kedholiman (هجمات) ضد المسلمين.

مشكلة الإرهاب ومن المرجح أن يكون الأمر الذي يتطلب التعامل مع هذه القضية منذ kontinualitas أصبحت جزءا من الثقافة ، وكما لو كان أمرا عاديا. سوف Kejeraan شعب اندونيسيا خفض الارهاب يكون بسبب وجود العديد من estetikasi العنف على شاشات التلفزيون ومواقع معينة. ليس الحلو كما نتخيل الموت للارهابيين ثم تهديد الإرهاب سيختفي تماما مثل ذلك دون أي تأثير كبير على الامة الاندونيسية. النظر في العديد من الكوادر التي تركوها وكان يقوم بتدريس terdoktrin مع مفهوم التي يعتقدون أنها صحيحة ، ويجب تحقيقها في تفجير مظاهرة كشكل من أشكال عمار الشر معروف ناهي. من الناحية المثالية ، ينبغي القيام به لحماية ظهور مرة أخرى أكثر ضراوة الإرهاب واصطياد بذور الإرهاب ، في انتظار ان ينتقل الفيروس الجديد ارهابية محتملة الثقافة المدمرة في اندونيسيا. ومن ثم فإن الأمة لم تعد ازعجت مع سلوك الارهابيين الذين لديهم الكثير من الشبكات في العالم.

معالجة قضايا الارهاب في اندونيسيا لمنح المسؤولية للشعب اندونيسيا دون tekecuali فقا للولاية المنصوص عليها في ديباجة دستور عام 1945 الذي هو تنفيذ النظام العالمي. كيف يمكن لأمة ان تساهم في اقامة النظام العالمي الذي لا يبدأ مع إعمال لظروف البلد منظم وآمن من كل التهديدات. انتقلت من دولة اندونيسيا كحكومة ديمقراطية الدولة قال إن من الشعب ، من الشعب للشعب ، ثم تصبح ضرورة عندما قضية الإرهاب هي مسؤولية التعامل مع جميع عناصر الأمة. لذلك ستكون النتيجة المثلى لأنه كان مدفوعا من قبل العديد من الناس الذين لكل منهم دورا ذا شأن. وهناك مساهمات اكثر قليلا من شأنه أن يكون له مغزاه الكبير من أجل خلق اندونيسيا باعتبارها دولة آمنة ومريحة ومسالمة.

لذلك كثير من التفجيرات التي تحدث في هذا البلد الحبيب. كم من الناس في اندونيسيا الذين terkecam قنبلة التداول في أماكن مختلفة. هذا ومن المحتمل أن تكون الثقافة القانونية ، وأنه لم يعد يعتبر من المحرمات بالعين المجردة بسبب تردد عال. بالإضافة إلى الكثير من الانطباعات وrekreatif بالمعلومات عن طريق محطات التلفزيون الذين أصلا لإعطاء تحذير من مخاطر القنابل والارهاب اصبح مشهد مواد مثيرة مثل سلسلة من الأفلام التي هي دائما مثيرة للاهتمام في التمتع أو مثل أوبرا الصابون التي لا تزال مستمرة في beruntunnya فقا لها. كل شيء ممكن في هذا البلد اذا لم يعقد تقطرها الحماية (الوقاية) والتنشئة الاجتماعية واجباتها مع الطريق الصحيح. مع كل الجهود التي بذلت من قبل كل من الشرطة بوجه خاص والشعب كله في اندونيسيا من المتوقع للحد من أي احتمال الإرهاب bentukmya أصبح تقليدا ثقافيا أو لشعب اندونيسيا واحدة من الذين berasakan البانشاسيلا التي تنص على حد سواء لمبادئ "، وعادلة وberadap الانسانية". سيلا يحتوي على قيم فلسفية أن هذه الأمة أصبحت أمة تحترم الحقوق الأساسية للبشر الذين يعيشون الله الذي يريد عادلة وأخلاقية عالية ، بحيث تصبح إندونيسيا والأمة التي هي آمنة وسلمية ومزدهرة حتى مع اختفاء هذه المسألة الارهاب وجعل الأمة berandil إعمال النظام العالمي.




Samsul زكريا
شمال البحر الأبيض المتوسط : 09421021
الشريعة الإسلامية 2009

المأثور

يعيشون حياة مثل تدفق المياه سوف تحافظ على المعنى نفسه في هذه الحياة ، ،

Opini tentang Terorisme

Potensi Terorisme Menjadi Budaya Indonesia yang Berdemokrasi
Oleh: Samsul Zakaria*

Tertangkapnya gembong teroris Noordin Muhammad Top di Solo pada tanggal 17 September 2009 setelah didahului baku tembak dengan Detasemen Khusus 88 sedikit meredam rasa waswas bangsa Indonesia dari ancaman terorisme. Pengeboman yang gencar dilakukan di Indonesia yang berawal dari Bom Bali oleh Amrozi dan komplotannya yang selama ini telah menghantui rakyat Indonesia menjadi redam dengan peristiwa penangkapan itu. Hal ini tentu erat kaitannya dengan terbunuhnya gembong teroris kelas kakap itu yang dengan kharismanya mampu mempengaruhi banyak orang Indonesia memerangi bangsanya sendiri dengan aksi-aksi teror hanya karena dilatarbelakangi oleh penilaian subjektif mereka mengenai keberadaan Indonesia sebagai sekutu Amerika. Kalau pemimpinnya saja sudah mati maka semangat juang para kaki tangannya pun akan terkikis dan serangan terorisme pun akan mengalami stagnasi karena kehilangan komando yang mengatur strategi penyerangan. Begitu kira-kira pandangan sementara masyarakat Indonesia pasca terbunuhnya Noordin yang akan berdampak terhadap redanya ancaman teror yang selama ini menjadi momok bagi bangsa Indonesia. Namun apakah selamanya betul anggapan ini tanpa ada efek dibalik peristiwa terbunuhnya Noordin dan sebagian kaki tangannya atau justru akan menimbulkan bahaya yang lebih besar lagi yang mengancam eksistensi bangsa Indonesia itu sendiri. Mari kita telaah secara mendalam dan konfrehensif permasalahan sampai pada pemahaman yang benar dan mencoba untuk memberikan solusi arif dan relevan terhadap masalah terorisme di Indonesia.

Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi para kalangan intelek dan bangsa Indonesia pada umumnya mengenai perihal terpilihnya Indonesia sebagai bangsa sasaran teror yang pelakunya berasal dari negara lain. Mengapa tidak bangsa lain saja yang notabenenya lebih menarik dijadikan lahan dakwah mereka? Ada apa dengan Indonesia sekarang ini yang tempo dulu memiliki wibawa agung di mata dunia? Sepertinya pertanyaan ini memerlukan analisis yang mendalam untuk meresponnya. Mengingat asal dua gembong teroris yaitu Dr. Azahari dan Noordin M Top berasal dari negeri jiran, Malaysia maka kemungkinan besar penyebab terpilihnya Indonesia sebagai sasaran teror adalah letak geografis antara Malaysia dan Indonesia yang berdekatan sehingga memudahkan mereka merasuki Indonesia karena telah mengenal secara mendalam kondisi keamanan dan stabilitas Indonesia. Alasan lain adalah jumlah penduduk Indonesia yang relatif banyak dan membludak yang berdampak pada lemahnya sistem ketahanan nasional dan meredupnya semangat persatuan dan kesatuan yang memudahkan para teroris ini mengobrak-abrik rakyat Indonesia. Mereka juga memasang strategi menanamkan doktrin ekstrim untuk memusuhi bangsanya sendiri terhadap kader yang tidak lain adalah bagian dari warga Indonesia sebagai kaki tangan mereka yang pada akhirnya nanti juga akan menjadi penerus tonggak perjuangan mereka.

Sebenarnya kasus terorisme tidak hanya digencarkan oleh mereka yang berdomisili negara asing tetapi juga dilakukan oleh warga negara Indonesia itu sendiri. Seperti kasus bom Bali 1 dan 2 yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan yang notabene mareka adalah warga negara Indonesia. Tidak dipungkiri juga bahwa pemikiran-pemikiran ekstrim yang meraka peroleh selama menimba ilmu di Afganistan banyak merangsang ghiroh mereka sampai pada ide luar biasa untuk mengadakan pengeboman hotel-hotel berbintang yang banyak dikunjungi oleh turis-turis asing non-muslim. Ironisnya, tidak terfikirnya dampak terselubung dari aksi pengeboman yang terkesan begitu anarkis itu yaitu wafatnya warga negara Indonesia yang tidak bersalah ketika itu. Seandainya yang mati pada peristiwa itu semuanya adalah orang asing non-muslim yang berada di lokasi pengeboman mungkin saja tindakan mereka itu akan diamini oleh muslim Indonesia tanpa mengundang banyak kontroversi yang berarti di kalangan umat Islam. Namun itu bisa jadi mustahil karena tidak mungkin mereka (turis-turis asing) menbentuk komunityas murni di negara orang tanpa akulturasi (campur baur) dengan warga negara setempat (Indonesia) yang mayoritas Islam. Maka idealnya teror itu diarahkan pada negara yang mayoritas non-muslim saja yang terbukti melakukan kedholiman (penyerangan) terhadap umat Islam.

Masalah terorisme sepertinya akan menjadi sesuatu yang memerlukan penanganan secara kontinualitas karena perkara ini sudah menjadi budaya dan seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa. Kejeraan rakyat Indonesia akan terorisme menjadi berkurang dengan adanya estetikasi kekerasan yang banyak ditayangkan di televisi dan situs-situs tertentu. Tidak semanis yang kita bayangkan dengan kematian para teroris maka ancaman terorisme akan musnah begitu saja tanpa ada dampak signifikan terhadap bangsa Indonesia. Mengingat mereka meninggalkan banyak kader yang memang telah terdoktrin dengan konsep ajaran yang mereka yakini benar adanya dan mesti direalisasikan dalam demonstrasi pengeboman sebagai wujud amar ma’ruf nahi munkar. Idealnya, proteksi timbulnya terorisme yang lebih ganas lagi dan penangkapan para bibit-bibit teroris harus terus dilakukan sebagai antisipasi akan menyebarnya virus teroris baru yang berpotensi menjadi budaya destruktif di Indonesia. Dengan demikian bangsa tidak lagi direpotkan dengan ulah para teroris yang telah memiliki banyak jaringan di dunia itu.

Penanganan kasus terorisme di Indonesia sudah selayaknya menjadi tanggung jawab rakyat Indonesia tanpa tekecuali sesuai dengan amanat yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melaksanakan ketertiban dunia. Bagaimana sebuah bangsa akan memunyai andil terhadap terciptanya ketertiban dunia kalau tidak diawali dengan terealisasinya kondisi negaranya yang tertib dan aman dari segala ancaman. Beranjak dari bangsa Indonesia sebagai Negara yang demokrasi yang katanya pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka sudah menjadi suatu keniscayaan ketika masalah terorisme ini penanganannya menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Sehingga hasilnya pun akan optimal karena dimotori oleh banyak kalangan yang masing-masing memiliki peran yang berarti. Sedikit banyak kontribusi yang diberikan tentu begitu bermakna guna mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang aman, nyaman dan tentram.

Begitu banyak pengeboman yang terjadi di negara tercinta ini. Betapa banyak rakyat Indonesia yang terkecam dengan beredarnya teror bom di berbagai tempat. Hal ini tentu akan berpotensi menjadi sebuah budaya yang legal dan tidak tabu lagi dipandang oleh kasat mata karena frekuensinya yang tinggi. Ditambah dengan banyak penayangan informatif dan rekreatif oleh stasiun-stasiun televisi yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan peringatan akan bahaya bom dan teror justru menjadi bahan tontonan yang mengasyikkan bagaikan serial film yang selalu menarik dinikmati atau laksana sinetron yang terus bersambung sejalan dengan beruntunnya peristiwa itu. Semuanya mungkin saja terjadi pada bangsa ini jika hal itu tidak terus digandeng oleh proteksi (pencegahan) dan sosialisasi untuk berdakwah dengan jalan yang benar. Dengan segala upaya yang dilakukan baik oleh pihak kepolisian khususnya dan seluruh rakyat Indonesia umumnya diharapkan akan meminimalisir potensi terorisme yang segala bentukmya itu menjadi sebuah adat atau budaya pada masyarakat Indonesia yang berasakan Pancasila yang salah satu sila keduanya berbunyi, “Kemanusian yang adil dan beradap”. Sila ini mengandung nilai filosofis agar bangsa ini menjadi bangsa yang menghargai hak dasar manusia sebagai makhluk tuhan yang menghendaki kehidupan yang adil dan bermoral tinggi, Sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang aman, tentram bahkan sejahtera dengan lenyapnya masalah terorisme ini dan mampu menjadi bangsa yang berandil terhadap perwujudan ketertiban dunia.




Samsul Zakaria
NM: 09421021
Hukum Islam 2009