Sabtu, 02 Januari 2010

Opini tentang Terorisme

Potensi Terorisme Menjadi Budaya Indonesia yang Berdemokrasi
Oleh: Samsul Zakaria*

Tertangkapnya gembong teroris Noordin Muhammad Top di Solo pada tanggal 17 September 2009 setelah didahului baku tembak dengan Detasemen Khusus 88 sedikit meredam rasa waswas bangsa Indonesia dari ancaman terorisme. Pengeboman yang gencar dilakukan di Indonesia yang berawal dari Bom Bali oleh Amrozi dan komplotannya yang selama ini telah menghantui rakyat Indonesia menjadi redam dengan peristiwa penangkapan itu. Hal ini tentu erat kaitannya dengan terbunuhnya gembong teroris kelas kakap itu yang dengan kharismanya mampu mempengaruhi banyak orang Indonesia memerangi bangsanya sendiri dengan aksi-aksi teror hanya karena dilatarbelakangi oleh penilaian subjektif mereka mengenai keberadaan Indonesia sebagai sekutu Amerika. Kalau pemimpinnya saja sudah mati maka semangat juang para kaki tangannya pun akan terkikis dan serangan terorisme pun akan mengalami stagnasi karena kehilangan komando yang mengatur strategi penyerangan. Begitu kira-kira pandangan sementara masyarakat Indonesia pasca terbunuhnya Noordin yang akan berdampak terhadap redanya ancaman teror yang selama ini menjadi momok bagi bangsa Indonesia. Namun apakah selamanya betul anggapan ini tanpa ada efek dibalik peristiwa terbunuhnya Noordin dan sebagian kaki tangannya atau justru akan menimbulkan bahaya yang lebih besar lagi yang mengancam eksistensi bangsa Indonesia itu sendiri. Mari kita telaah secara mendalam dan konfrehensif permasalahan sampai pada pemahaman yang benar dan mencoba untuk memberikan solusi arif dan relevan terhadap masalah terorisme di Indonesia.

Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi para kalangan intelek dan bangsa Indonesia pada umumnya mengenai perihal terpilihnya Indonesia sebagai bangsa sasaran teror yang pelakunya berasal dari negara lain. Mengapa tidak bangsa lain saja yang notabenenya lebih menarik dijadikan lahan dakwah mereka? Ada apa dengan Indonesia sekarang ini yang tempo dulu memiliki wibawa agung di mata dunia? Sepertinya pertanyaan ini memerlukan analisis yang mendalam untuk meresponnya. Mengingat asal dua gembong teroris yaitu Dr. Azahari dan Noordin M Top berasal dari negeri jiran, Malaysia maka kemungkinan besar penyebab terpilihnya Indonesia sebagai sasaran teror adalah letak geografis antara Malaysia dan Indonesia yang berdekatan sehingga memudahkan mereka merasuki Indonesia karena telah mengenal secara mendalam kondisi keamanan dan stabilitas Indonesia. Alasan lain adalah jumlah penduduk Indonesia yang relatif banyak dan membludak yang berdampak pada lemahnya sistem ketahanan nasional dan meredupnya semangat persatuan dan kesatuan yang memudahkan para teroris ini mengobrak-abrik rakyat Indonesia. Mereka juga memasang strategi menanamkan doktrin ekstrim untuk memusuhi bangsanya sendiri terhadap kader yang tidak lain adalah bagian dari warga Indonesia sebagai kaki tangan mereka yang pada akhirnya nanti juga akan menjadi penerus tonggak perjuangan mereka.

Sebenarnya kasus terorisme tidak hanya digencarkan oleh mereka yang berdomisili negara asing tetapi juga dilakukan oleh warga negara Indonesia itu sendiri. Seperti kasus bom Bali 1 dan 2 yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan yang notabene mareka adalah warga negara Indonesia. Tidak dipungkiri juga bahwa pemikiran-pemikiran ekstrim yang meraka peroleh selama menimba ilmu di Afganistan banyak merangsang ghiroh mereka sampai pada ide luar biasa untuk mengadakan pengeboman hotel-hotel berbintang yang banyak dikunjungi oleh turis-turis asing non-muslim. Ironisnya, tidak terfikirnya dampak terselubung dari aksi pengeboman yang terkesan begitu anarkis itu yaitu wafatnya warga negara Indonesia yang tidak bersalah ketika itu. Seandainya yang mati pada peristiwa itu semuanya adalah orang asing non-muslim yang berada di lokasi pengeboman mungkin saja tindakan mereka itu akan diamini oleh muslim Indonesia tanpa mengundang banyak kontroversi yang berarti di kalangan umat Islam. Namun itu bisa jadi mustahil karena tidak mungkin mereka (turis-turis asing) menbentuk komunityas murni di negara orang tanpa akulturasi (campur baur) dengan warga negara setempat (Indonesia) yang mayoritas Islam. Maka idealnya teror itu diarahkan pada negara yang mayoritas non-muslim saja yang terbukti melakukan kedholiman (penyerangan) terhadap umat Islam.

Masalah terorisme sepertinya akan menjadi sesuatu yang memerlukan penanganan secara kontinualitas karena perkara ini sudah menjadi budaya dan seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa. Kejeraan rakyat Indonesia akan terorisme menjadi berkurang dengan adanya estetikasi kekerasan yang banyak ditayangkan di televisi dan situs-situs tertentu. Tidak semanis yang kita bayangkan dengan kematian para teroris maka ancaman terorisme akan musnah begitu saja tanpa ada dampak signifikan terhadap bangsa Indonesia. Mengingat mereka meninggalkan banyak kader yang memang telah terdoktrin dengan konsep ajaran yang mereka yakini benar adanya dan mesti direalisasikan dalam demonstrasi pengeboman sebagai wujud amar ma’ruf nahi munkar. Idealnya, proteksi timbulnya terorisme yang lebih ganas lagi dan penangkapan para bibit-bibit teroris harus terus dilakukan sebagai antisipasi akan menyebarnya virus teroris baru yang berpotensi menjadi budaya destruktif di Indonesia. Dengan demikian bangsa tidak lagi direpotkan dengan ulah para teroris yang telah memiliki banyak jaringan di dunia itu.

Penanganan kasus terorisme di Indonesia sudah selayaknya menjadi tanggung jawab rakyat Indonesia tanpa tekecuali sesuai dengan amanat yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melaksanakan ketertiban dunia. Bagaimana sebuah bangsa akan memunyai andil terhadap terciptanya ketertiban dunia kalau tidak diawali dengan terealisasinya kondisi negaranya yang tertib dan aman dari segala ancaman. Beranjak dari bangsa Indonesia sebagai Negara yang demokrasi yang katanya pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka sudah menjadi suatu keniscayaan ketika masalah terorisme ini penanganannya menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Sehingga hasilnya pun akan optimal karena dimotori oleh banyak kalangan yang masing-masing memiliki peran yang berarti. Sedikit banyak kontribusi yang diberikan tentu begitu bermakna guna mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang aman, nyaman dan tentram.

Begitu banyak pengeboman yang terjadi di negara tercinta ini. Betapa banyak rakyat Indonesia yang terkecam dengan beredarnya teror bom di berbagai tempat. Hal ini tentu akan berpotensi menjadi sebuah budaya yang legal dan tidak tabu lagi dipandang oleh kasat mata karena frekuensinya yang tinggi. Ditambah dengan banyak penayangan informatif dan rekreatif oleh stasiun-stasiun televisi yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan peringatan akan bahaya bom dan teror justru menjadi bahan tontonan yang mengasyikkan bagaikan serial film yang selalu menarik dinikmati atau laksana sinetron yang terus bersambung sejalan dengan beruntunnya peristiwa itu. Semuanya mungkin saja terjadi pada bangsa ini jika hal itu tidak terus digandeng oleh proteksi (pencegahan) dan sosialisasi untuk berdakwah dengan jalan yang benar. Dengan segala upaya yang dilakukan baik oleh pihak kepolisian khususnya dan seluruh rakyat Indonesia umumnya diharapkan akan meminimalisir potensi terorisme yang segala bentukmya itu menjadi sebuah adat atau budaya pada masyarakat Indonesia yang berasakan Pancasila yang salah satu sila keduanya berbunyi, “Kemanusian yang adil dan beradap”. Sila ini mengandung nilai filosofis agar bangsa ini menjadi bangsa yang menghargai hak dasar manusia sebagai makhluk tuhan yang menghendaki kehidupan yang adil dan bermoral tinggi, Sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang aman, tentram bahkan sejahtera dengan lenyapnya masalah terorisme ini dan mampu menjadi bangsa yang berandil terhadap perwujudan ketertiban dunia.




Samsul Zakaria
NM: 09421021
Hukum Islam 2009

1 komentar:

  1. memang terorisme adalah sesuatu yang definisi nya menurut saya harus ditafsirkan secara jelas dan terperinci. jangan sampai multitafsir dan justru mengarah ke etnis, atau bahkan agama tertentu. namun Undang-Undang Terorisme beserta perangkat hukum yang lain perlu sekali di revisi. Saat ini penanganan terorisme dengan konsep hukum pemidanaan yang jelas sangat diperlukan. Jangan sampai UU ini dijadikan aturan yang bebas digunakan kapan saja dan untuk siapa saja. perlu sekali aturan ini ditambahkan transparansi hasil investigasi dari penegak hukum agar masyarakat tahu yg sebenarnya. tulisan bagus mas. sebenarnya jika ditata lbh bagus lg akan menarik blog anda. sukses. o ya termakasih atas kunjungan ke blog saya.

    http://dodiksetiawan.wordpress.com

    BalasHapus

Jazakumullahu khairan katsiran...