Kamis, 04 Februari 2010

Kajian Spiritual

Keadilan Tuhan Digugat???


Hari ini, 3 Februari 2010, ada seorang teman (in Facebook) mas Imtihan namanya mengomentari note ku yang sudah lama Aku postkan yang berjudul al-Itsar fil Islam(Altruisme dalam Islam). Banyak hal hal kami diskusikan dari catatan itu sampai akhirnya berujung pada sebuah pertanyaan yang cukup menguras pikiran untuk menjawabnya. Dia menanyakan atau dengan bahasa yang lebih ekstrim menggugat keadilan tuhan. "Allah menciptakan manusia ada yang sempurna dan ada yang cacat, lalu dimanakah letak keadilan tuhan dengan lahirnya seorang bayi yang cacat itu. Bukankah semua manusia yang lahir ke dunia ini punya hak yang sama, tidakkah tuhan itu maha adil, dalam masalah ini maka dimanakah letak keadilan tuhan?" begitulah kira-kira alur pikirannya yang terjewantahkan dalam pertanyaan sederhana.

Menanggapi masalah ini Aku pun jadi ingat mengenai kebesaran tuhan melalui keadilannya yang pernah dijelaskan oleh guru Bahasa Arabku saat Aku masih kelas satu Aliyah. Penjelasan itu sedikit banyak Aku gunakan untuk merespon pertanyaan Mass Imtihan Abdillah. "Mas Imtihan: Ya ya, memang perlu kita pikirkan. Tapi itulah namanya keadilan tuhan. Bukankah Allah menciptakan sesuatu itu berpasang-pasangan, ada yang sempurna dan ada yang tidak sempurna (cacat) dan lain sebagainya. Dan semua adalah ujian mas, yang sempurna diuji bagaimana ia menyukuri dan menggunakan kesempurnaanya itu untuk kebaikan, yang cacat diuji dengan kesabaran dan kekuatan mental menjalani kehidupan. Dan Aku tetap berpegang teguh ma pendirian itu dengan analisa yang cukup gamblang. Satu contoh, kita punya lima ayam, satu ayam kita sembelih untuk syukuran, satu lagi kita potong untuk makan bersama, satu lagi kita jual untuk membayar hutang, satu lagi kita kurung untuk pajangan karena modelnya yang indah, dan satu lagi kita biarkan keluyuran mencari makan. Dari statemen tadi apakah kita sebagai pemilik ayam dikatakan dholim/tidak adil karena memperlakukan ayam dengan cara yang berbeda. Bukankah kita punya alasan terhadap tiap tindakan kita terhadap masing-masing ayam. Adakah tuntukan hukum yang akan menjerat kita. Ataukah kita akan disebut sebagai orang yang tercela. Tentu tidak, begitulah kira-kira tuhan, memperlakuakn hambanya sesuai dengan proporsi dan kebutuhan. Insya Allah.." jawabku panjang lebar.

Dapat kita fahami bahwa pada hakikatnya tuhan itu memang 'Adil dan maha adil terhadap hambanya. Tidak pernah mendholimi mereka sediktpun. Satu kasus, dalam penciptaan manusia, ada seorang bayi yang lahir dari seorang non-muslim, karena aqidah orang tuanya seperti itu (kafir) maka sampai ia besar dan dewasa juga mengikuti aqidah orang tuanya. Dalam konteks ini sang anak tidak punya kesempatan untuk menerima dakwah/ajakan untuk masuk Islam. Lalu dimanakah letak keadilan tuhan?. Lagi-lagi tuhan masih adil koq kawan. bukankah saat awal penciptaan manusia Allah bertanya pada mereka, "Bukankah aku ini tuhan kalian?" tanya Allah. Mereka (manusia) menjawab, "Bala (ya betul, Engkau tuhanku).". Jadi tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah. Sebab, andaikata saat pertanyaan terhadap kesaksian terhadap eksistensi tuhan sebagai Robb dilontarkan kepada kita dan kita menjawab Na'am yang berati' Allah bukan tuhan Kita' maka Allah pasti tidak menurunkan kita ke dunia yang penuh tipu daya ini.

Jadi, sebagai seorang muslim, kita sebaiknya yakin dan optimis terhadap keadilan tuhan. Kiat boleh kritis terhadap keadilan tuhan namun jangan sampai mengoyahkan keimanan kita kepada-Nya. Kita boleh menggugat untuk melatih kecermatan berfikir namun dengan jalan yang tepat dan bijak hingga kita dapat menemukan sebuah jawaban yang memuaskan. Dan yang perlu ditekankan bahwa Allah sebenarnya pemilik segala sesuatu, pemilik hak prerogatif dalam perbuatannya dan itu tidak menodai keadilan tuhan. Ibarat perlakuan kita terhadap ayam-ayam yang Aku contohkan di atas, sekilas terkesan deskriminatif. Namun setelah kita telaah, tidak seperti itu, justru itu bentuk dari keadilan tuhan itu sendiri. Allah memperlakukan makhluk sesuai dengan proporsinya serta tidak membebani mereka kecuali pada batas kemampuannya.
Wallahu a'lamu bis-showab ...

Met Membaca!
Salam Karya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakumullahu khairan katsiran...